Kurangi Kebutuhan Dolar AS

 

Oleh: Nailul Huda

Peneliti INDEF

Nilai tukar rupiah mencapai titik terendahnya setelah 2015. Pada awal bulan ini rupiah mencapai Rp14.100 per US$. Penurunan ini melanjutkan tren negatif dari awal tahun ini. Pada awal 2018, kurs rupiah pada Januari berada di Rp13.386, naik menjadi Rp13.728 pada Maret. Artinya, kurs rupiah di awal Mei naik sekitar 5% jika dibandingkan dengan awal 2018. Cukup besar kenaikannya.

Kenaikan ini tidak lepas dari adanya faktor eksternal yaitu ekspektasi investor terhadap rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada tengah 2018. The Fed juga tengah mengaji kemungkinan kenaikan suku bunga acuannya menyusul data pengangguran 3,9% (terendah bahkan sebelum krisis 2008). Faktor ini memungkinkan The Fed menaikkan suku bunga acuannya. Dampak yang mungkin terjadi adalah keluarnya uang dari pasar modal lokal. Saat ini sudah terjadi capital outflow yang mencapai Rp11,3 triliun akibat kenaikan yield US treasury bills mendekati 3%.

Bank Indonesia pun sudah menggelontorkan banyak cadangan devisa untuk menstabilkan nilai rupiah. Posisi cadangan devisa pada Januari 2018 mencapai 132 miliar dolar AS. Pada April 2018, posisi cadangan devisa Indonesia turun di angka 124,9 miliar dolar AS. Jadi Bank Indonesia sudah menggelontorkan 7,1 miliar dolar AS selama 3 bulan terakhir untuk menghentikan laju penurunan nilai tukar rupiah.

Meski sudah menggelontorkan cadangan devisa yang cukup banyak, kebijakan ini dianggap kurang efisien jika melihat angka nilai tukar rupiah saat ini yang mencapai level Rp14.200 per US$. Faktor perbaikan ekonomi domestik menjadi sorotan utama kinerja pemerintah. Kondisi neraca pembayaran yang defisit menjadi salah satu alasan domestik kenapa rupiah tidak kuat menghadapi tekanan dolar. Defisit neraca pembayaran pada Kuartal-I 2018 sudah lebih dari dua kali lipat dari kuartal-I 2017.

Dampak dari nilai tukar rupiah yang terus merosot adalah meningkatnya harga bahan baku industri ataupun bahan makanan yang didatangkan melalui impor. Yang paling krusial adalah bahan makanan utama yang sebagian masih impor. Harga-harga kebutuhan pokok yang melambung ini akan semakin menekan daya beli masyarakat yang sudah berangsur membaik. Tekanan harga ini akan semakin bertambah mengingat mulai masuk bulan ramadan dimana harga-harga kebutuhan pokok akan meningkat.

Tidak efektifnya guyuran cadangan devisa untuk meredam nilai tukar rupiah, membuat BI pada akhirnya menaikkan suku bunga acuan 7-Day Repo Rate 25 basis poin menjadi 4,50%. Keputusan ini memang dilema, mengingat pertumbuhan kredit masih sangat prematur sehingga kenaikan suku bunga acuan sangat sensitif terhadap penyaluran kredit.

Penyaluran kredit yang tidak pas cuma akan menekan pertumbuhan kredit dan nantinya akan merembet kepada sektor riil. Konsumsi masyarakat juga bisa tertekan. Namun, setiap kebijakan tentu mempunyai konsekuensi yang harus dijalani. Pilihan untuk menaikkan suku bunga acuan sangat relatif jika mengingat saat ini kebijakan menggelontorkan cadangan devisa tidak efektif, kebijakan kenaikan suku bunga acuan patut dicoba.

Kenaikan suku bunga acuan diharapkan dapat meningkat secara bertahap sampai akhir tahun. Untuk tahap awal di level 4,50%. Kenaikan ini untuk menambah ketertarikan investor untuk berinvestasi di pasar modal dalam negeri. Selain kenaikan suku bunga acuan, rencana pemerintah juga kerjasama dengan Malaysia dan Thailand untuk menggunakan mata uang lokal masing-masing dalam perdagangan dengan kedua negara tersebut.

Kebijakan ini dinamakan local currency settlement (LCS). Tujuan dilakukan LCS ini adalah mengurangi ketergantungan penggunaan dolar AS sebagai alat transaksi perdagangan dan investasi. Kebijakan ini akan sangat ditunggu untuk dapat meredam kenaikan nilai tukar rupiah di masa yang akan datang.

BERITA TERKAIT

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…

BERITA LAINNYA DI

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…