NERACA
Jakarta – Krisis global Yunani-Eropa dan kebijakan BBM dipastikan akan menyebabkan kontraksi dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sehingga pertumbuhan diperkirakan akan turun sekitar 1,1% dari 6,7 % terkoreksi menjadi 5,8%. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia terkena dampak menjadi 5,8 %, Pertumbuhan ekonomi dunia hanya mencapai 2 %. Artinya prediksi pertumbuhan kita 5,8 % ini adalah skenario terburuknya," kata Senior Economist and Head of Government Relations Bank Standard Chartered Indonesia, Fauzi Ichsan kepada wartawan di Jakarta,16/2
Menurut Fauzi, sulitnya mencapai pertumbuhan 6,7%. Pasalnya, krisis Yunani-Eropa sudah memberi sinyal akan mempengaruhi ekonomi Indonesia. Belum lagi, kebijakan pemerintah dalam pembatasan subsidi Bahan Bakar Minya (BBM). “Kondisi Yunani dan Eropa semakin memburuk. Hutang mereka semakin menunggak. Maka pertumbuhan ekonomi dunia mencapai 2 %,”jelasnya
Fauzi mengungkapkan, hutang Yunani sebesar 160% dari tingkat Pendapatan Domestik Bruto (PDB) bisa diprediksikan naik menjadi 200%. Alasannya, Yunani tidak memiliki sektor ekspor yang memadai dibandingkan Indonesia. “Indonesia masih punya ekspor saat terjadi krisis lalu. Namun, Yunani tidak punya ekspor, ini jadi dilema bagi Yunani”, paparnya.
Lebih lanjut, Fauzi optimis krisis Yunani-Eropa bisa selesai. “Pasti ada ending story ya dari krisis ini”, katanya.
Dikatakan Fauzi, yang perlu diperhatikan adalah kondisi likuiditas. “Dampak Indonesia bisa menyebabkan mengeringnya likuiditas. Nantinya, bisa memukul suku bunga pasar melonjak untuk korporasi. Otomatis ekonomi Indonesia melambat”, tuturnya.
Dari pantauannya, investor menilai kondisi ekonomi dan politik Indonesia masih stabil. Pada kuartal pertama, investor masih menempatkan investasinya di produk save heaven (simpanan tanpa resiko) sambil memprediksi krisis global yang terjadi di Eropa. Namun, jika kondisi Eropa semakin membaik, investasi akan kembali masuk ke Asia, terumama Indonesia, puncaknya pada semester kedua. “Dana investor saat ini masih banyak investasi ke emas ya. Kan tidak percaya mata uang Euro. Tapi, kalau nanti membaik. Tentu akan ditarik masuk ke Asia”, jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah akan mengoreksi target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,7 persen dalam APBN 2012. Koreksi itu akan dilakukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012. Koreksi ini disebabkan semakin memburuknya situasi perekonomian global.** maya
NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…
NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…
NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…
NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…
NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…
NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…