BUNTUT KETIDAKSINKRONAN DATA - Tuntut Transparansi, Impor Beras Harus Diaudit

NERACA

Jakarta – Komitmen pemerintah untuk menciptakan swasembada pangan masih jauh dari harapan. Pasalnya, penyakit pemerintah dalam mengatasi keterbatasan pasokan beras dengan jalan pintas dengan impor beras. Namun rencana impor beraspun masih menuai persoalan karena kebutuhan jumlah impor beras selalu berbeda antar kementerian terkait.

Hal inilah yang dinilai Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, kesimpangsiuran yang terjadi perihal impor beras lantaran tidak adanya kesamaan data dari tiga institusi pemerintahan. Adapun data yang dimaksud adalah berkaitan dengan jumlah produksi beras lokal dan ketersediannya di Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Bulog. "Info yang kami terima di DPR, adanya kesimpangsiuran dan pro-kontra soal ketersediaan pangan dan impor (beras) itu adalah masalah data. Maka kami dari DPR mendorong pihak-pihak terkait untuk bekerja keras menyamakan data agar menjadi data tunggal,"ujarnya di Jakarta, Senin (21/5).

Menurut Bambang, hal itu penting dilakukan agar stakeholder, para pengambil keputusan, dan juga presiden bisa menentukan langkah yang tepat perihal kebijakan impor beras tersebut. "Mudah-mudahan Kementan, Kemendag, dan Bulog bisa segara punya satu data yang diacu untuk impor, terutama komoditas beras ini," imbuh dia.

Ketidaksesuaian ini muncul pada data pangan yang dirilis Kementerian Pertanian dengan data Kementerian Perdagangan. Sehingga impor beras menimbulkan pro dan kontra. Dirinya juga menegaskan, apabila kebijakan impor beras benar dilakukan, maka harus dilakukan secara transparan supaya masyarakat tidak curiga akan adanya pihak-pihak yang mencari keuntungan.”Kalau perlu ada audit terhadap impor pangan. Impor juga tidak boleh merugikan petani di tengah panennya," jelasnya.

Dirinya menambahkan, impor boleh dilakukan asalkan memenuhi beberapa aspek seperti produksi nasional tidak mencukupi kebutuhan sehingga harga menjadi mahal. Sementara Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman enggan menanggapi soal rencana impor 500.000 ton beras. Menurutnya, Kementan tidak memiliki wewenang atas izin impor tersebut. "Iya fokus kami itu produksi, domainnya Kementerian Pertanian itu produksi, teknologi, mendampingi produksi dan menyediakan sarana produksi. Tanya ekspor lah ke aku, kapan Indonesia bisa ekspor lagi, begitu," kata Amran.

Amran menambahkan, saat ini suplai beras yang ada justru meningkat dan disebutkan bahwa saat ini suplai beras di pasar induk Cipinang ada 41.000 ton atau meningkat dari jumlah sebelumnya yang hanya 15.000 ton."Kemudian harganya yang tinggi itu jadi pertanyaan kami juga. Makanya kami imbau pedagang jangan menaikkan harga di bulan Ramadan," sambung dia.

Di sisi lain, Amran juga mengklaim bahwa stok pangan pada bulan Ramadan ini cenderung aman hingga lebaran nanti. Hal itu tercermin dari ketersediaan stok pangan yang lebih tinggi dari waktu biasanya. "Stok pangan sekali lagi saya sampaikan ke masyarakat indonesia bahwa saat ini lebih dari cukup. Kami sudah siapkan stok itu sekitar 20% sampai 30% dari normal untuk bulan Ramadan," tutur dia.

Sebelumnya, pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Athor Subroto pernah bilang, kebijakan impor 500 ribu ton beras tidak akan berdampak pada pasar manakala pemerintah mampu mengisolir beras yang impor tersebut hanya untuk kalangan menengah keatas. Keputusan pemerintah mengimpor beras menimbulkan pertanyaan dan kecurigaan banyak pihak. Pasalnya, akhir Januari Indonesia sudah memasuki panen raya.

Dirinya menyebutkan, kebiasaan yang dilakukan perusahaan nakal mereka mengoplos beras.”Mereka biasanya akan dioplos dengan beras biasa akan tetapi tetap diecer dengan harga tinggi gitu, pemerintah tidak punya kontrol di situ, nah itu sebenarnya disayangkan,” imbuhnya.

Psikologi Pasar dan Petani

Selain itu, Athor juga menyebut impor beras akan berpengaruh teradap psikologi pasar dan petani.”Sekarang kan sedang digencar-gencarkan untuk produksi yang tinggi, digembor-gemborkan juga kementerian terkait dalam mensuplai beras dan lain-lain, terus tiba-tiba mau impor, seolah-olahkan memberikan pandangan banyak orang bahwa ada apa ini, apakah produksi kurang, beras dari Vietnam dan Thailand kan nggak banyak berbeda dari kita, kecuali kalau berasnya nggak ada ditanam di Indonesia,”jelasnya.

Karenanya, kata dia, wajar kalau kemudian pemerintah dinilai tidak jujur dalam pengelolaan pangan di Indonesia.”Itu berhasil memberikan kesan pemerintah tidak jujur dalam suplai dan demand beras dalam mengontrol harga beras, ini policy yang mengejutkan,” pungkasnya.

Sebaliknya, anggota Komisi VI DPR RI, Slamet mencium adanya kejanggalan dibalik impor beras yang bakal dilakukan pemerintah. Pasalnya, cadangan beras pemerintah minus saat surplus beras. Oleh karena itu, dirinya meminta keanehan dan kejanggalan data produksi dan konsumsi pangan harus diakhiri.

Jika tidak diakhiri kondisi seperti itu ungkap Slamet, maka yang terjadi bahwa persoalan pangan akan masuk pada wilayah political game. Jika kondisi seperti itu maka akan membahayakan ketahanan pangan dan kedaulatan sebagai bangsa.”Saya meminta kepada Presiden Jokowi untuk turun tangan langsung membenahi, menertibkan, mengevaluasi, dan mengendalikan data dan komoditas pangan secara langsung,"kata Slamet.

Sebab kenyataannya tugas melaksanakan koordinasi oleh Kemenko Perekonomian belum berhasil dan tidak berjalan maksimal. Maka jika langsung di bawah pengawasan presiden, sambung Slamet maka akan mempercepat fungsi koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi kebijakan antar kementerian yang berwenang di bidang pangan. Sehingga akan menciptakan kebijakan satu pintu melalui data pangan yang valid dan akurat.

Di sisi lain ujar Slamet, Presiden Jokowi akan dapat menepis kecurigaan, praduga, dan pikiran negatif dari sebagian masyarakat dan pelaku usaha. Terutama mengenai isu sebenarnya dibalik pertarungan kebijakan impor pangan antar kementerian itu adalah merupakan pertarungan bisnis di antara mereka sendiri dan kelompok bisnisnya karena ada margin yang diperebutkan. Sebagai informasi, sebelumnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk kembali menugaskan Perum Bulog mengimpor beras 500.000 ton. Sebelumnya, Bulog juga sudah mendapat izin impor dengan jumlah sama. Alhasil, sepanjang paruh pertama tahun ini, Bulog sudah mengantongi izin impor beras sebanyak 1 juta ton.

Kemendag beralasan, izin impor beras dikeluarkan karena harga beras tak kunjung turun meskipun panen raya sudah berakhir. Untuk merealisasikan impor beras tersebut, Bulog diberi jangka waktu sampai Juli 2018. Harapannya, dengan pasokan yang lebih banyak maka rata-rata harga beras yang saat ini masih tinggi akan turun. Saat ini harga beras masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 9.450 per kilogram (kg) untuk medium dan Rp 12.850 per kg untuk premium di Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali dan Nusa Tenggara Barat. bari/bani



BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…