Perang Dagang Ditunda?

Isu soal perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat China (RRC) akhirnya kembali redup. Pasalnya, kedua negara kini resmi menjalin kesepakatan menghentikan tarif impor yang bersifat menghukum. Kesepakatan tersebut terjadi setelah AS membujuk China memberi barang dan jasa produk AS senilai US$ 200 miliar yang bertujuan mengurangi keseimbangan perdagangan.

Kesepekatan tersebut juga dibenarkan oleh Wakil Perdana Menteri China Liu He yang menggambarkannya sebagai “win-win solutions”. Dialog tersebut merupakan cara menyelesaikan masalah perdagangan di antara kedua negara dan “memperlakukan mereka dengan tenang”.

Selama ini AS memiliki defisit perdagangan yang semakin melebar dengan China – catatan terakhir mencapai US$ 335 miliar. Sebelum terpilih menjadi Presiden AS, Donald J Trump menuding China sebagai manipulator mata uang.

Sejak itu Presiden Trump memerintahkan pejabatnya yang terkait perdagangan internasional meninjau kembali kebijakan perdagangannya yang tidak seimbang. Mereka menemukan berbagai praktik tidak adil di China – termasuk pembatasan kepemilikan asing yang menekan perusahaan asing melakukan transfer teknologi – terutama ditujukan kepada perusahaan-perusahaan AS, serta adanya investasi China di industri strategis AS, dan serangan cyber China.

Kemudian, Presiden Trump pada Maret 2018 mengumumkan rencana memberlakukan tarif impor untuk produk-produk baja dan alumunium buatan China. Langkah Trump ini dibalas oleh Beijing yang akan memberlakukan tarif impor untuk produk-produk AS – antara lain pesawat terbang, kedelai, mobil, daging babi, anggur, minuman kalengan, buah-buahan dan kacang-kacangan.

Nah, dengan adanya kesepakatan itu, apakah ancaman perang dagang kedua negara telah berakhir? Menurut Menkeu AS, China akan membeli lebih banyak produk barang dan jasa asal AS untuk lebih menyeimbangkan perdagangan. Kesepakatan dalam bentuk kerangka kerja itu ditanda-tangani kedua negara di Washington pada pekan lalu (18/5).

Tampaknya China, meski bersikap hati-hati, cukup senang dengan adanya perjanjian itu. Wakil PM China Liu He menggambarkan kunjungannya ke Washington “positif, pragmatis, konstruktif dan produktif”. “Kerjasama semacam ini adalah win-win solution karena dapat mempromosikan perkembangan ekonomi China yang berkualitas tinggi, memenuhi kebutuhan masyarakat, dan berkontribusi pada upaya AS untuk mengurangi defisit perdagangan,” ujar Liu seperti dikutip media asing.

Tertundanya perang dagang AS-China, setidaknya membuat lega negara-negara yang bergabung dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sebelumnya Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo mengingatkan kepada anggotanya, perang dagang China-AS akan memiliki “dampak yang parah pada ekonomi global”.

Karena, apabila perang terjadi ada risiko pertumbuhan global bisa jatuh “sangat cepat”. Gejala ke arah sana. Meskipun perang dagang belum dimulai sudah terlihat. Bahkan Azevedo menyebutkan ini tahun tersulit bagi WTO sejak didirikan 23 tahun lalu.

Bagaimanapun, perang dagang sudah pasti membuat China yang memiliki surplus barang pabrikan – termasuk baja – akan terpukul. Tapi tidak semua perusahaan AS juga diuntungkan oleh perang dagang. Sebut saja perusahaan pengolah anggur akan terasa imbas oleh perang dagang ini. Meskipun China belum termasuk pangsa pasar anggur AS, karena pemasok utamanya masih Perancis, namun meningkatnya permintaan anggur AS seiring naiknya populasi kelas menengah China adalah prospek dagang yang tidak bisa diabaikan.

Tidak mengherankan apabila perusahaan-perusahaan AS saling berbagi kegelisahan atas sikap pemerintahan Donald Trump. Meskipun bisa memaklumi keinginan Presiden Trump namun mereka menganggap perang tarif bukan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah.

Melihat arah perdamaian kedua negara besar tersebut, Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan momentum bagaimana cara terbaik untuk dapat meningkatkan volume perdagangan dengan China maupun AS.

Ini merupakan karya petinggi kedua negara tersebut, dan kita patut memberikan apresiasi kepada pimpinan perusahaan besar AS yang telah mendorong terciptanya penundaan perang dagang. Melalui meja perundingan, hasilnya ternyata menghilangkan kegelisahan perusahaan AS dan China di tengah persaingan global saat ini.

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur di IKN

  Progres pembangunan infrastruktur di Ibu Kota Negara (IKN) baru, Nusantara, menunjukkan peningkatan yang semakin pesat dalam beberapa bulan terakhir.…

Proses Transisi Pemerintahan

Transisi kekuasaan dari Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto disebut-sebut akan menjadi yang terbaik sepanjang sejarah Republik Indonesia. Proses yang…

Infrastruktur dan Transformasi Besar

  Sejak menjabat sebagai Presiden RI ketujuh pada 2014, Joko Widodo telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam pembangunan infrastruktur di…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Pembangunan Infrastruktur di IKN

  Progres pembangunan infrastruktur di Ibu Kota Negara (IKN) baru, Nusantara, menunjukkan peningkatan yang semakin pesat dalam beberapa bulan terakhir.…

Proses Transisi Pemerintahan

Transisi kekuasaan dari Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto disebut-sebut akan menjadi yang terbaik sepanjang sejarah Republik Indonesia. Proses yang…

Infrastruktur dan Transformasi Besar

  Sejak menjabat sebagai Presiden RI ketujuh pada 2014, Joko Widodo telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam pembangunan infrastruktur di…