Perbankan Bakal Respon Cepat Kenaikan Bunga Acuan?

 

 

 

NERACA

 

Jakarta – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya atau BI Saven Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps sehingga suku bunga acuan menjadi 4,5 persen. Lalu muncul anggapan bahwa perbankan akan cepat merespon kenaikan suku bunga acuan tersebut dengan menaikkan bunga kredit. Akan tetapi beberapa pihak beranggapan lain. Seperti contoh Menteri Kordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Darmin mengatakan peningkatan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" sebesar 25 basis poin oleh Bank Indonesia tidak otomatis turut menaikkan tingkat bunga kredit perbankan. "Tidak otomatis juga naik tingkat bunga kredit, kalaupun naik tidak proposional. Naik 0,25 (persen), ya sana tidak harus naik 0,25," kata Darmin. Mantan gubernur Bank Indonesia tersebut juga menyatakan bahwa negara-negara lain juga sedang dalam tahap menaikkan suku bunga. "Di awalnya bisa seperti biasa, tetapi kalau nanti perkembangannya di manapun bunganya naik pasti akan menyesuaikan diri," ucap Darmin.

Sementara untuk mengawal dampak suku bunga ke pertumbuhan ekonomi, pemerintah mendorong hal tersebut melalui penyederhanaan perizinan dan insentif fiskal. "Kami sudah siapkan, dan tinggal diluncurkan saja dalam beberapa hari lagi. Artinya pemerintah sudah menyiapkan diri," kata Darmin.

Hal yang sama juga diutarakan Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara. Ia menilai perbankan tidak akan segera menaikkan bunga kredit karena memerlukan transisi tiga hingga lima bulan setelah BI menaikkan suku bunga acuan. "Likuiditas bank yang cukup turut membuat suku bunga kredit di bank tidak langsung dinaikkan mengingat masih ada jarak cukup panjang," kata Bhima.

Menurut Bhima, ada beberapa indikator yang membuat bank diyakini tidak akan langsung menaikkan suku bunga kredit. Dia menjelaskan modal bank modal masih cukup kuat yakni ditunjukkan dengan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) mencapai 22,6 persen. Saat ini, lanjut dia, perbankan juga lebih banyak berinvestasi melalui instrumen surat utang karena bunga yang ditawarkan juga lebih menarik dibandingkan bunga kredit. Dengan kondisi itu, ia optimistis bank tidak langsung menaikkan suku bunga kredit sehingga debitur diimbau tidak terlalu panik dan khawatir.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo membantah anggapan yang menyebutkan Bank Sentral terlambat menaikkan suku bunga acuan (behind the curve) sehingga nilai tukar rupiah pada Jumat ini tetap bergerak melemah. Dalam perbincangan dengan media, Agus mengatakan rupiah yang masih depresiatif pada Jumat ini karena tekanan eskternal yang semakin besar karena ekspetasi kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve, Bank Sentral AS pada Juni 2018 yang akhirnya mendorong kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun.

Kemudian juga tekanan ekonomi internal karena membengkaknya defisit perdagangan hingga 1,6 miliar dolar AS periode April 2018. "Jadi kalau ada tekanan di rupiah, kami lihat ini sesuatu yang dalam hal karena faktor eksternal dan juga faktor internal," ujar Agus. Ia menegaskan langkah yang diambil BI selalu selangkah lebih maju ke depan atau "ahead the curve" untuk mengantisipasi tekanan terhadap inflasi dan stabilitas perekonomian domestik.

Kenaikan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" pada Rapat Dewan Gubernur 16-17 Mei 2018 kemarin, kata Agus, karena tekanan eksternal yang semakin deras dan bisa menggangu pencapaian sasaran inflasi jika tidak direspon dengan kenaikan suku bunga acuan. "Di Mei 2018, kita lihat eksternal ada kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS, US Treasury, tensi perdagangan antara AS dan China, keluarnya AS dari kesepakatan nuklir. Dan kalau kita lihat, sebenarnya inflasi sesuai arahan kita hingga Mei di 2,5-4,5 persen (yoy), tapi kita mau jaga inflasi kita stabiltas agar terus terjaga," ujar dia.

Agus menegaskan arah kebijakan moneter BI saat ini adalah netral. Namun, kata Agus, Bank Sentral siap menerapkan langkah kebijakan moneter yang lebih kuat termasuk penyesuaian kembali suku bunga acuan untuk memastikan stabilitas perekonomian terjaga. "Kalau seandainya kita keluarkan bauran kebijakan seperti sekarang ini, kalau kondisi mengharuskan untuk kami kembali melakukan penyesuaian, maka kami tidak ragu," kata Agus.

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…