TPPU PT TRADHA Untuk Pembayaran Mobil Mewah

TPPU PT TRADHA Untuk Pembayaran Mobil Mewah

NERACA

Jakarta - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh PT TRADHA, perusahaan milik Bupati Kebumen nonaktif Mohammad Yahya Fuad digunakan untuk membayar cicilan dua mobil mewah dan pembelian tanah.

Untuk diketahui, KPK pada Jumat (18/5) telah mengumumkan PT TRADHA sebagai tersangka korporasi pertama dalam kasus TPPU."Sejumlah uang dari 'fee' proyek yang dimasukkan ke PT TRADHA diduga juga digunakan untuk membayar cicilan mobil Rubicon dan Alphard serta pembelian tanah," kata Febri di Jakarta, Sabtu (19/5).

Febri menyatakan pembicaraan tentang proyek-proyek tersebut diduga telah dilakukan sejak Mohammad Yahya Fuad disebut sebagai pemenang Pilkada Kebumen versi "quick count" (hitung cepat)."Pertemuan dilakukan dengan tim sukses dan kemudian peran masing-masing dibagi dalam pengelolaan proyek-proyek di Kebumen," ujar Febri.

Selain itu, kata dia, sejak penyidikan dilakukan 6 April 2018, sekitar 20 orang saksi telah diagendakan pemeriksaannya dalam kasus TPPU PT TRADHA tersebut. Unsur saksi terdiri dari karyawan swasta termasuk sejumlah staf PT TRADHA, komisaris, mantan komisaris dan pemilik saham PT TRADHA, notaris, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Kebumen, dan Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi) Kabupaten Kebumen.

Sebelumnya KPK telah menetapkan Mohammad Yahya Fuad sebagai tersangka suap dan gratifikasi terkait kasus pengadaan barang dan jasa dana APBD Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016.

Dalam pengembangan penyidikan, KPK menemukan fakta-fakta dugaan tersangka Mohammad Yahya Fuad selaku pengendali PT PR atau PT TRADHA baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pengadaan proyek di Pemkab Kebumen.

Hal itu dilakukan dengan meminjam "bendera" lima perusahaan lain untuk menyembunyikan atau menyamarkan identitas sehingga seolah-olah bukan PT TRADHA yang mengikuti lelang. Tujuannya untuk menghindari dugaan tindak pidana korupsi berupa benturan kepentingan atau "conflict of interest" dalam pengadaan sesuai Pasal 12i Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

PT PR atau PT TRADHA disangkakan melanggar pasal 4 dan/atau pasal 5 Undang Undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dugaan pencucian uang yang dilakukan oleh PT TRADHA antara lain pertama, pada kurun 2016-2017 diduga PT TRADHA menggunakan "bendera" lima perusahaan lain untuk memenangkan delapan proyek di Kabupaten Kebumen pada kurun 2016-2017 dengan nilai total proyek Rp51 miliar.

Kedua, PT TRADHA juga diduga menerima uang dari para kontraktor yang merupakan "fee" proyek di lingkungan Pemkab Kebumen setidaknya senilai sekitar Rp3 miliar seolah-olah sebagai utang.

Selanjutnya ketiga, uang-uang yang didapat dari proyek tersebut, baik berupa uang operasional, keuntungan dalam operasional maupun pengembangan bisnis PT TRADHA kemudian bercampur dengan sumber lainnya dalam pencatatan keuangan PT TRADHA sehingga memberikan manfaat bagi PT TRADHA sebagai keuntungan maupun manfaat lainnya untuk membiayai pengeluaran atau kepentingan pribadi MYF baik pengeluaran rutin seperti gaji, cicilan mobil maupun keperluan pribadi lainnya.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan penyidik akan terus menelusuri iika ada informasi dugaan penerimaan atau pengelolaan uang hasil korupsi lainnya.

"lni merupakan penyidikan pencucian uang pertama yang dilakukan KPK dengan pelaku korporasi. KPK berharap proses hukum ini dapat menjadi bagian dari penguatan upaya pemberantasan korupsi ke depan, khususnya untuk memaksimalkan 'asset recovery'," kata Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/5). 

Dalam pengembangan penyidikan, KPK menemukan fakta-fakta dugaan tersangka Mohammad Yahya Fuad selaku pengendali PT PR atau PT TRADHA, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan sengaja turut serta dalam pengadaan proyek di Pemkab Kebumen.

Hal tersebut, kata dia, dilakukan dengan tujuan menghindari dugaan tindak pidana korupsi berupa benturan kepentingan atau "conflict of interest" dalam pengadaan sesuai Pasal 12i Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. KPK kemudian menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang dalam hubungannya dengan perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukkan pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi. Ant

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…