Perang Dagang di Era Global

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Perang dagang antara AS vs Cina nampaknya semakin tidak bisa dihindari. Paling tidak, hal ini terkait kebijakan Presiden AS, Donald Trump yang menerapkan tarif bea masuk produk baja. Imbas dari regulasi ini jelas akan berdampak terhadap negara pengekspor baja dan salah satunya adalah Cina karena jelas daya saing produk baja dari Cina akan tereduksi di pasar AS. Padahal, selama ini produksi baja Cina termasuk yang terbesar dan tentu regulasi dari AS memberikan pengaruh signifikan bagi kinerja ekspor baja dari Cina. Ancaman perang dagang akan berimbas juga ke sejumlah negara, terutama terkait pasar produk baja, belum lagi produk aluminium yang juga menjadi riak perseteruan. Artinya, dimungkinkan baja produk Cina semakin menyebar ke sejumlah negara dan bukan tidak mungkin Indonesia akan kebanjiran baja dari Cina. Imbas situasi ini yaitu daya saing produk baja domestik. Padahal selama ini produk baja domestik ternyata masih mendominasi pasar dalam negeri.

Konsekuensi makro dari perang dagang AS – Cina bukan tidak mungkin karena model kebijakan ekonomi Presiden Donald Trump yang cenderung protektif memberikan suatu ancaman bagi mitra dagangnya. Bahkan, konflik dengan Korut juga berdampak negatif terhadap kekuatan ekonomi bisnis dari kedua negara. Artinya, perang dagang AS-Cina akan menambah daftar panjang dampak penerapan regulasi di era global, sementara di sisi lain dunia sedang getol membentuk jejaring kekuatan ekonomi melalui berbagai pakta kerjasama bilateral dan multilateral. Pelajaran menarik dari kasus perang dagang AS-Cina adalah bagaimana membangun daya saing semua produk untuk pasar global. Betapa tidak, daya saing memang menjadi kekuatan untuk masuk pasar di era global, meski regulasi yang dibuat tetap bisa diterapkan untuk mereduksi dari ancaman banjir produk asing di pasar domestik.

Ancaman

Keyakinan terhadap masuknya produk asing di era global dan fenomena perang dagang pada dasarnya tidak bisa terlepas dari komitmen membangun daya saing. Padahal, saat ini membangun daya saing melalui keunggulan komparatif makin sulit sementara untuk keunggulan kompetitif dipengaruhi oleh berbagai regulasi dan kepentingan politik juga sering menjadi kendala terkait kemitraan ekonomi – bisnis. Terjadinya perang dagang menjadi cambuk mencari celah daya saing dan perluasan pasar ke negara lain melalui kekuatan ekspor. Relevan dengan perang dagang, selama ini Cina memiliki kekuatan ekspor karena faktor daya saing yang luar biasa dan karenanya diyakini ekonomi Cina akan menjadi barometer pasar ekspor kedepannya.

Terlepas dari ancaman perang dagang AS – Cina dan ancaman masuknya baja dari Cina yang semakin besar ke pasar domestik maka nilai positifnya adalah harga baja semakin bersaing dan tentu konsumen diuntungkan dengan kasus ini. Meski di sisi lain kekuatan produk baja dalam negeri juga harus dipertimbangkan. Artinya, tidak ingin ada banjir baja dari Cina sementara di sisi lain pasar sudah mengakui banyaknya produk made in Cina di pasar domestik. Ironisnya, berita tentang maraknya pemalsuan sejumlah produk made in Cina juga tidak bisa diabaikan karena hal ini terkait dengan aspek keselamatan dan keamanan konsumsi. Jangan sampai imbas perang dagang justru dapat memberikan kemanfaatan sepihak bagi Cina untuk terus penetrasi pasar atas semua produk di pasar domestik. Jadi, pemerintah juga perlu mencermati kasus ini agar pasar domestik dan konsumen tidak dirugikan. Sayangnya, pemerintah saat ini disibukan tahun politik dan juga maraknya teror bom dalam sepekan terakhir yang memicu sentimen iklim sospol.

Argumen yang mendasari pada dasarnya tidak bisa terlepas dari kasus buah rock melon dari Australia yang terjadi belum lama ini. Betapa tidak, fakta impor buah-buahan saat ini cenderung kian meningkat sehingga kasus-kasus impor yang membahayakan aspek keamanan dan keselamatan konsumen harus juga diperhatikan, begitu juga dengan kasus perang dagang AS – Cina yang memungkinkan terjadinya pelarian ekspor baja dari Cina ke sejumlah negara, termasuk salah satunya adalah Indonesia. Kekhawatiran ini bukan tidak beralasan apalagi kini Indonesia sedang getol membangun infrastruktur sehingga kebutuhan terhadap produk baja dan alumunium cenderung meningkat. Pemerintah perlu mengantisipasi perang dagang AS-Cina agar pasar domestik dan para produsen lokal tidak dirugikan dan tentu neraca dagang dengan AS-Cina bisa surplus.

Rentan

Salah satu fakta yang tidak bisa diabaikan dari perang dagang adalah aksi balas dendam dan hal ini nampaknya akan juga dilakukan Cina terhadap semua produk dari AS. Hal ini menjadi ancaman serius karena pada dasarnya AS dan Cina saat ini merupakan peta kekuatan ekonomi dunia, selain Jepang. Padahal, Cina saat ini memberlakuan tax rebate sehingga ekspor bajanya lebih murah sekitar 28 persen dibanding produk baja global. Di sisi lain, harga minyak mentah dunia juga ikutan memberikan pengaruh terhadap geliat perang dagang karena adanya kepentingan terhadap proses produksi di dalam negeri, belum lagi hitungan matematis terhadap subsidi di Indonesia sendiri. Perang dagang AS-Cina tidak hanya aspek regulasi pemerintahan Donald Trump tetapi juga aspek makro, termasuk juga ancaman konflik bilateral dengan Korut yang terus berlarut.

Pastinya, perang dagang memberikan dampak negatif, meski bukan tidak mungkin ada juga yang mencari keuntungan dari perang dagang, terutama dikaitkan dengan potensi pasar yang semakin terbuka di era global. Dari kasus ini, menjadi pelajaran menarik bagi industri baja dalam negeri untuk melakukan kaji ulang dan pemetaan terhadap kekuatan dan daya saing produknya. Setidaknya ini akan memberikan kesempatan melihat pasar ekspor yang lebih besar sehingga berpengaruh terhadap neraca perdagangan nasional.

 

BERITA TERKAIT

Pembangunan IKN Terus Berlanjut Pasca Pemilu 2024

  Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi   Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…

Ramadhan Momentum Rekonsiliasi Pasca Pemilu

Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia   Merayakan bulan suci Ramadhan  di tahun politik bisa menjadi momentum yang…

Percepatan Pembangunan Efektif Wujudkan Transformasi Ekonomi Papua

  Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor   Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan IKN Terus Berlanjut Pasca Pemilu 2024

  Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi   Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…

Ramadhan Momentum Rekonsiliasi Pasca Pemilu

Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia   Merayakan bulan suci Ramadhan  di tahun politik bisa menjadi momentum yang…

Percepatan Pembangunan Efektif Wujudkan Transformasi Ekonomi Papua

  Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor   Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…