BI Naikkan Suku Bunga Acuan 25 Bps

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen pada Rapat Dewan Gubernur, 16-17 Mei 2018. Langkah tersebut diambil oleh bank sentral dalam rangka meredam dampak ketidakpastian ekonomi global yang telah menggerus nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir. “Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia 16-17 Mei 2018 memutuskan untuk menaikkan BI 7-days repo rate 25 basis poin jadi 4,50%," ungkap Gubernur BI Agus Martowardojo di jakarta, Kamis (17/5).

Sementara itu, untuk suku bunga deposit facility juga naik menjadi 3,75% dan suku bunga lending facility naik menjadi 5,25%. “Kebijakan tersebut ditempuh sebagai bagian bauran kebijakan BI untuk menjaga stabilitas perekonomian di tengah berlanjutnya peningkatan ketidakpastian pasar keuangan dunia dan penurunan likuiditas global," ujarnya.

Di tempat terpisah, Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan menilai kenaikan suku bunga acuan atau BI 7 Day Reverse Repo Rate (7DRRR) perlu dilakukan Bank Indonesia untuk mengurangi risiko semakin derasnya arus modal keluar (capital outflow). Anton menuturkan dalam kondisi penuh ketidakpastian ekonomi global saat ini, para investor tengah melakukan pergeseran dana yang sebelumnya ditanamkan di negara-negara berkembang menuju ke Amerika Serikat yang dianggap lebih aman..

"Dalam situasi seperti ini, mereka akan memilih negara mana di 'emerging market' yang lebih berisiko. Indonesia kalau mau dilihat dari beberapa ukuran, kita masih relatif lebih bagus. Yang penting, menurut kami, jangan sampai muncul risiko yang akan mengganggu 'view' tentang Indonesia secara keseluruhan. Walau fundamental kita masih lebih baik dibandingkan beberapa negara lain, tapi di sana sini ada titik risiko. Kurangilah risiko itu," ujar Anton..

Saat ini, suku bunga acuan BI masih berada di level 4,25 persen. Anton menilai, level tersebut sedikit agak rendah. Bank sentral perlu menaikkan suku bunga 25-50 basis poin. "Kelihatannya kita itu agak sedikit terlalu kerendahan dibandingkan ekspektasi inflasi, bukan inflasinya ya. Itu 'gap'-nya akan jadi sangat tipis. Kenaikan itu diperlukan supaya jangan muncul risiko-risiko tambahan. Makanya, kita pikir naikkan suku bunga," ujar Anton.

Analis Erdikha Elit Sekuritas Okky Jonathan menilai, banyak investor yang mengharapkan BI menaikan suku bunga. Padahal, jika itu dilakukan, dalam jangka panjang berpotensi memicu investor kabur. "Jangka panjang akan banyak orang yang keluar dari pasar modal Indonesia, bahkan investor lokal," ujarnya.

Ketika BI menaikan suku bunga, maka ada kemungkinan pasar saham emerging market akan ditinggalkan. Investor akan lebih suka menabung atau memburu obligasi yang memberikan bunga menarik dengan risiko rendah, ketimbang berada di pasar saham dengan risiko yang lebih tinggi. Meskipun untuk jangka pendek, kata Okky, kenaikan suku bunga BI-7DRR mampu mendorong penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Selain itu, posisi pasar obligasi Tanah Air akan menjadi lebih menarik. "Prediksi saya, BI akan menahan suku bunga, karena kondisi ekonomi ini bukan karena pelemahan fundamental ekonomi Indonesia, melainkan lebih karena faktor global yang menghantam seluruh dunia," kata Okky. Jika suku bunga BI masih bertahan, ada kemungkinan suku bunga pinjaman akan turun di pertengahan tahun ini. Langkah tersebut, diyakini Okky mampu mendukung kinerja sektor properti dan penyaluran kredit.

Kepala Kajian LPEM FEB UI Febrio N Kacaribu melihat, BI masih perlu mempertahankan suku bunga acuan dan menambah intervensi langsung di pasar valas. Sebab, tekanan pada Rupiah akibat ekspektasi kenaikan suku bunga sebanyak empat kali oleh Fed di tahun ini masih mungkin meningkat khususnya menjelang rapat the Fed. “Kami memandang, saat ini Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga acuan paling tidak sampai Juni 2018 setelah kenaikan Fed funds rate yang kedua tahun ini di bulan Juni,” ujarnya.

Ia juga menyoroti tren domestik di bulan April masih belum menunjukkan perubahan berarti dari sejak 2017, dimana cerita utama yang terlihat adalah bahwa permintaan dalam negeri masih belum sepenuhnya pulih. Tren ini terlihat jelas pada inflasi year on year di bulan Maret, dimana inflasi umum dan inflasi inti masing-masing berada di tingkat 3,41% dan 2,69%, tidak banyak berubah dari bulan sebelumnya (3,40% dan 2,67% pada bulan Maret).



 

BERITA TERKAIT

AIA Hadirkan Buku Polis Digital ePolicy

AIA Hadirkan Buku Polis Digital ePolicy NERACA Jakarta - Kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian bumi menjadi komitmen bersama untuk mencapai…

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

AIA Hadirkan Buku Polis Digital ePolicy

AIA Hadirkan Buku Polis Digital ePolicy NERACA Jakarta - Kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian bumi menjadi komitmen bersama untuk mencapai…

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…