Kurangi Ketergantungan pada US$

 

Oleh: Nailul Huda

Peneliti INDEF

Kurs rupiah mencapai titik terendahnya setelah 2015. Pada awal bulan ini rupiah mencapai Rp14.100 per US$. Penurunan ini melanjutkan tren negatif dari awal tahun ini. Pada awal tahun, nilai tukar rupiah pada Januari berada di titik Rp13.386 per US$, naik pada Maret Rp13.728 per US$. Angka nilai tukar rupiah pada awal bulan ini naik sekitar 5% jika dibandingkan dengan awal tahun ini. Kenaikan yang termasuk besar.

Kenaikan ini tidak lepas dari adanya faktor eksternal yaitu ekspektasi investor terhadap rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada tengah tahun ini. The Fed juga tengah mengkaji kemungkinan kenaikan suku bunga menyusul data pengangguran sebesar 3,9% (terendah bahkan sebelum krisis 2008). Jadi kemungkinan untuk menaikan suku bunga The Fed sangat terbuka. Dampak yang mungkin terjadi adalah keluarnya uang dari pasar modal domestik. Saat ini saja di pasar modal terjadi capital outflow yang mencapai Rp11,3 triliun akibat kenaikan yield US treasury bills mendekati angka 3%.

Bank Indonesia pun sudah menggelontorkan banyak cadangan devisa untuk menstabilkan nilai rupiah. Posisi cadangan devisa pada Januari 2018 mencapai US$132 miliar. Pada April 2018, posisi cadangan devisa Indonesia turun ke US$124,9 miliar.  Jadi BI sudah menggelontorkan US$7,1 miliar selama 3 bulan terakhir untuk menghentikan laju penurunan nilai tukar rupiah.

Meski sudah menggelontorkan cadangan devisa yang segitu banyak, kebijakan ini dianggap kurang efisien jika melihat angka kurs rupiah saat ini yang mencapai level Rp14.100 per US$. Faktor perbaikan ekonomi domestik menjadi sorotan utama kinerja pemerintah. Kondisi neraca pembayaran yang defisit menjadi salah satu alasan domestik kenapa rupiah tidak kuat menghadapi tekanan dolar. Defisit neraca pembayaran pada Kuartal-I 2018 sudah lebih dari dua kali lipat dari defisit neraca pembayaran pada Kuartal-I 2017.

Dampak dari nilai tukar rupiah yang terus merosot adalah meningkatnya harga bahan baku industri ataupun bahan makanan yang didatangkan melalui impor. Yang paling krusial adalah bahan makanan utama yang sebagian masih impor. Harga-harga kebutuhan pokok yang melambung ini akan semakin menekan daya beli masyarakat yang sudah berangsur membaik. Tekanan harga ini akan semakin bertambah mengingat mulai masuk bulan ramadan dimana harga-harga kebutuhan pokok akan meningkat.

Tidak efektifnya gelontoran cadangan devisa untuk meredam nilai tukar rupiah, membuat Bank Indonesia mengeluarkan rencana kenaikan suku bunga acuan 7-Day Repo Rate dari posisi saat ini 4,25%. Rapat pada tengah bulan ini akan menjadi keputusan penting untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Keputusan untuk menaikkan suku bunga acuan ini harus hati-hati mengingat pertumbuhan kredit masih sangat prematur sehingga kenaikan suku bunga acuan sangat sensitif terhadap penyaluran kredit.

Penyaluran kredit yang tidak pas cuma akan menekan pertumbuhan kredit dan nantinya akan merembet kepada sektor riil. Konsumsi masyarakat juga bisa tertekan. Namun, setiap kebijakan tentu mempunyai konsekuensi yang harus dijalani. Pilihan untuk menaikkan suku bunga acuan sangat relatif jika mengingat saat ini kebijakan menggelontorkan cadangan devisa tidak efektif, kebijakan kenaikan suku bunga acuan patut dicoba.

Kenaikan suku bunga acuan diharapkan dapat meningkat secara bertahap sampai akhir tahun. Untuk tahap awal bisa disesuaikan ke 4,5% atau meningkat 25 basis poin. Kenaikan ini untuk menambah ketertarikan investor untuk berinvestasi di pasar modal dalam negeri, dimana keuntungan merupakan faktor utama ketertarikan investor pasar modal.

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…