Bank Berdampak Sistemik

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pernah mengumumkan ada 15 bank berpotensi berdampak sistemik pada tahun ini, jumlah itu bertambah dibandingkan periode sebelumnya yang hanya 11 bank saja. Ini merupakan pertanda salah satu faktor dari penambahan jumlah bank bedampak sistemik, akibat kondisi global dan domestik sehingga  perlu langkah antisipatif menghadapi gejolak ekonomi yang dapat mempengaruhi industri jasa keuangan, khususnya di sektor perbankan.

Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, kriteria penetapan keputusan OJK telah menambah beberapa indikator dalam penilaian terhadap perbankan. Sehingga, kondisi tersebut meningkatkan jumlah bank yang masuk dalam kategori berdampak sistemik.

Meski bertambah jumlahnya, menurut dia, kondisi industri jasa keuangan masih dalam keadaan stabil. Hal tersebut terlihat dari rata-rata kredit bermasalah (macet) atau NPL masih di bawah 5%. Sedangkan rasio kecukupan modal perbankan juga dinilai masih tinggi pada posisi 22,67%.

Tidak hanya itu. OJK juga melakukan stress test (tes ketahanan bank terhadap krisis) pada perbankan dari berbagai faktor termasuk nilai tukar rupiah. Dan hasilnya sektor perbankan masih menunjukan daya tahan yang baik. Meski OJK tidak menyebutkan nama ke-15 bank berdampak sistemik, dari gambaran profilnya terdapat sejumlah bank swasta maupun BUMN berskala besar.

Menyimak aturan tentang penetapan daftar bank sistemik sesuai amanat dari UU No 9/2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Dalam Pasal 17 ayat (2) UU PPKSK disebutkan, bahwa penetapan bank sistemik dalam rangka mencegah krisis sistem keuangan di bidang perbankan dilakukan OJK dengan berkoordinasi bersama BI.

Penetapan pertama kali dilakukan pada kondisi stabilitas sistem keuangan normal. Selain itu, daftar bank sistemik juga mesti dilakukan pemutakhiran atau pembaharuan dalam enam bulan satu kali yang hasilnya disampaikan dalam rapat Tim KSSK. Sebagai bank berdampak sistemik memiliki kewajiban lain dibandingkan perbankan umumnya.

Secara definisi, bank berdampak sistemik adalah bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan baik secara operasional maupun finansial, jika bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.

Kemudian, bank berdampak sistemik juga memiliki kewajiban lain berupa pembuatan rencana aksi (recovery plan) untuk mengatasi permasalahan keuangan. Kewajiban tersebut tertuang dalam peraturan POJK Nomor 14/POJK.03/2017 tentang Rencana Aksi bagi Bank Sistemik.

Artinya, bank harus memperjelas skenario penanganan permasalahan bank sistemik dengan menggunakan sumber daya bank itu sendiri dan pendekatan bisnis tanpa menggunakan anggaran negara. Nantinya, rencana aksi tersebut harus dilaporkan secara berkala kepada OJK.

Bank berdampak sistemik wajib menyusun pedoman rencana pemulihan dengan memperhatikan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance–GCG). Sekurangnya memuat gambaran umum mengenai bank, seperti kondisi bank, lini bisnis, struktur kelompok usaha bank, dan analisis skenario dampak perubahan kondisi bank.

Bank sistemik juga harus melakukan evaluasi dan pengujian terhadap rencana pemulihan secara berkala paling sedikit satu kali dalam setahun atau berdasarkan kondisi tertentu yang berpengaruh kepada bank seperti perubahan kondisi eksternal. Bank juga diwajibkan melakukan pengkinian rencana pemulihan (updating) yang kemudian disampaikan kepada OJK.

Penelitian yang dilakukan oleh Harjum Muharam dan Erwin dari Universitas Diponegoro dalam jurnal ilmu ekonomi yang dipublikasi berjudul Measuring Systemic Risk of Banking in Indonesia: Conditional Value at Risk Model Application menyebutkan, bahwa bank-bank yang memiliki aset yang besar cenderung untuk memiliki tingkat value at risk (VAR) yang tinggi, sehingga memiliki risiko sistemik yang lebih tinggi.

Penelitian ini juga menemukan bahwa bank yang memiliki aset yang besar, memiliki kontribusi risiko sistemik yang besar pula. Dengan kata lain, ukuran bank akan secara proporsional berkontribusi terhadap risiko sistemik. Penelitian dilakukan berdasarkan sampel sembilan bank dengan aset terbesar di Indonesia yang memiliki porsi sampai dengan 59,48% dari keseluruhan aset industri perbankan Indonesia. Ini membuat perbankan lokal untuk siap meningkatkan permodalannya. Semoga!

BERITA TERKAIT

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

Kedewasaan Berdemokrasi

Masyarakat dan segenap elemen bangsa Indonesia saatnya harus menunjukkan sikap kedewasaan dalam menjunjung tinggi asas serta nilai dalam berdemokrasi di…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

Kedewasaan Berdemokrasi

Masyarakat dan segenap elemen bangsa Indonesia saatnya harus menunjukkan sikap kedewasaan dalam menjunjung tinggi asas serta nilai dalam berdemokrasi di…