ESDM Kaji Penambahan Subsidi Solar

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji usulan penambahan subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya solar. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyarankan kepada Pertamina mengusulan tambahan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar sebesar Rp 1.000 per liter, atau menjadi Rp 1.500 per liter.

"Usulan tambahan subsidi solar sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan sedang dalam proses perhitungan oleh tim dari Kementerian Keuangan serta bagaimana mekanismenya," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, di Jakarta, Rabu (16/5).

Agung menambahkan, jika sudah dikaji oleh Kementerian Keuangan, baru selanjutnya akan ditelaah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Kalau sudah selesai dari Kemenkeu, nanti akan dibawa ke DPR dan dikaji bersama-sama," ujarnya.

Tambahan subsidi ini, kata Agung, diusulkan karena Pertamina menyalurkan BBM tanpa ada perubahan harga, meskipun harga minyak mentah dunia sedang melonjak. Dana untuk subsidi tambahan solar tersebut berasal dari keuntungan penjualan lifting minyak mentah bagian pemerintah (government take) yang dijual, karena kenaikan harga minyak mentah dunia.

Agung menuturkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri telah memberikan lampu kuning bagi usulan penambahan subsidi ini. "Ibu Sri Mulyani menyampaikan bahwa defisit APBN masih diperkirakan di bawah 2,19 persen, kenaikan dari penerimaan yang berasal dari minyak maupun dari nilai tukar," katanya.

Perubahan itu akan sebagian dialokasikan bagi kenaikan subsidi BBM dan juga dari sisi mengkompensasi Pertamina dan PLN yang harus melakukan penugasan di dalam melaksanakan subsidi itu,lanjutnya. Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Djoko Siswanto mengungkapkan bahwa dana untuk penambahan subsidi solar berasal dari windfall profit.

"Harga Indonesian Crude Price (ICP) sekarang kan sekitar USD 70 per barel, sedangkan asumsi (ICP) APBN 2018 itu 48 dolar AS per barel. Jadi ada selisihnya kan sekitar 22 dolar AS, itu kan jumlahnya lumayan besar. Jadi, tidak akan membebankan kas negara," jelas Joko.

 

BERITA TERKAIT

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…