Jakarta – Ada info menarik mengenai pembebasan tanah. Undang-undang No. 2 /2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum sudah ditandatangani oleh Presiden Susilo Yudhoyono pada 14 Januari. Sosialisasi UU No. 2/2012 itu diadakan di ruang Sapta Taruna Kementerian Pekerjaan Umum.
Neraca. Sekretaris Jenderal Kementerian PU Agoes Widjanarko mengatakan sosialisasi Undang-undang tentang pembebasan tanah sangat perlu dilakukan, agar para pemangku kepentingan dapat memahami tata cara pembebasan lahan sesuai dengan undang-undang yang baru itu.
Sekjen PU Agoes Widjanarko mengatakan hal itu Selasa (14/2) dalam acara sosialisasi. Hadir dalam acara itu sebagai narasumber Putu Suweken, Direktur Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Telantar dan Tanah Kritis Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Menurut Agoes, dalam berbagai kasus pembebasan tanah, banyak terjadi aktivitas calo dan spekulan yang merugikan masyarakat.
“Inti permasalahan yang dituangkan dalam UU No. 2/2012 ini agar dipahami, sehingga aparat PU sebagai pengguna tanah yang telah dibebaskan, tidak tertimpa masalah yang tidak perlu,” katanya. Menurut dia, ada kejadian di mana penerima uang hasil pembebasan tanah tidak bermasalah, namun yang bermasalah adalah aparat PU yang tidak tahu menahu prosesnya.
Putu Suweken mengatakan UU No. 2 Tahun 2012 sudah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 Januari, atau tepat sebulan yang lalu. Yang ditunggu sekarang, agar UU tersebut bisa efektif adalah Peraturan Presiden (Perpres).
Menurut Suweken, setelah naskah akademis Perpres yang dimasukkannya ke Setneg pekan lalu, masih panjang perjalanan sebelum perpres tersebut diterbitkan. Naskah akademis itu masih harus dibahas di tingkat Interdep, diadakan diskusi-diskusi dan sebagainya.
“Saya belum bisa memastikan, kapan perpres tersebut bisa diterbitkan. Tetapi paling lama perlu waktu satu tahun,” katanya.
Menurut dia, urusan pertahan merupakan salah satu sektor pembangunan yang memerlukan penanganan yang amat serius dan ekstra hati-hati dari pemerintah.
Hal itu karena pemerintah mempunyai kewajiban untukmelindungi , mengatur ketertiban dan kesejahteraan masyarakat. Namun di sisi lain tuntutan akselerasi pembangunan ekonomi yang harus dipacu terus dan pada hakikatnya membutuhkan tanah sebagai tempat pijakan segala aktivitas ekonomi tersebut.
Suweken mengatakan ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Sebelum dilakukan ganti kerugian, dilakukan dulu penilaian obyek pengadaan tanah oleh penilai. Penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh penilai dilakukan bidang per bidang tanah yang meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah dan kerugian lain yang dapat dinilai.
Menurut dia, kerugian yang dapat dinilai adalah kerugian nonfisik yang dapat disetarakan dengan nilai uang. Misalnya kerugian karena kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi dan nilai atas properti sisa.
Menurut Suweken, berdasarkan UU itu disebutkan bahwa pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan tanah dan pendanaan bagi pembangunan untuk kepentingan umum .
Dia mengatakan pihak yang berhak oleh Undang-Undang diwajibkan melepaskan tanahnya bagi pembangunan untuk kepentingan umum setelah menerima ganti kerugian / adanya putusan pengadilan . Pengadaan tanah tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah.
Suweken mengatakan penyelenggaraan pembangunan untuk kepentingan umum, harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, rencana pembangunan nasional/daerah, rencana strategis, rencana kerja pemerintah (RKP) instansi yang memerlukan tanah
Sedangkan khusus untuk pembangunan infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi hanya dipersyaratkan rencana strategis dan rencana kerja instansi.
Suweken mengatakan proyek-proyek yang boleh diadakan tanahnya melalui UU No. 2 Tahun 2012 terdiri dari proyek pertahanan dan keamanan nasional, jalan umum, Tol, terowongan, jalur KA, stasiun KA, fasilitas operasi KA, waduk, bendungan, bendung, irigrasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya , pelabuhan, bandar udara, dan terminal, Infrastruktur minyak, gas dan panas bumi, pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik.
Selain itu Jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah, Tempat pembuangan dan pengolahan sampah, Rumah sakit Pemerintah/Pemda , fasilitas keselamatan umum, Tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemda , Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik , Cagar alam dan cagar budaya, Kantor pemerintah/pemerintah daerah/desa, penataan permukiman kumuh perkotaan dan atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa, prasarana pendidikan atau sekolah pemerintah/pemerintah daerah, dan pasar umum serta lapangan parkir umum.
Buat Perencanaan
Dia mengatakan dalam Perencanaan Pengadaan Tanah, Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tersebut didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.
Dia mengatakan perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, yang paling sedikit memuat
maksud dan tujuan rencana pembangunan, kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah, letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan.
Selain itu, mengenai gambaran umum status tanah, perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah, perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan, perkiraan nilai tanah dan rencana penganggaran.
Dalam proses persiapan pengadaan tanah Pasal 16, katanya, instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan dan Konsultasi Publik rencana pembangunan.
Pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, kata Suweken, disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, baik langsung maupun tidak langsung.
Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), tuturnya, dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang Berhak.
Atas dasar kesepakatan tersebut Instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada gubernur.
“Gubernur menetapkan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan penetapan oleh Instansi yang memerlukan tanah,” katanya.
Aturan Lama
Sementara itu, Kasubdit Pengadaan Tanah Ditjen Bina Marga Herry Marzuki mengatakan sebagian dari 24 ruas jalan tol yang menjadi kewenangannya dalam pengadaan tanah, sebagian sudah dapat dibebaskan tanahnya. Sehingga kalau pihaknya harus menunggu Perpres Pengadaan Tanah keluar, yang paling lama bisa setahun, maka lebih baik dipakai sistem lama.
“Oleh karena itu, saya mempertanyakan kepada Pak Suweken Pasal 58 UU No. 2 mengenai ketentuan peralihan,” katanya.
Dalam ayat a UU No 2, disebutkan proses pengadaan tanah yang sedang dilaksanakan sebelum berlakuknya UU ini diselesaikan berdasarkan ketentuan sebelum berlakunya UU ini.
Sedangkan dalam ayat b UU itu disebutkan bahwa, “sisa tanah yang belum selesai pengadaannya dalam proses pengadaan tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat a, pengadaannya diselesaikan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.”
Menurut dia, untuk luasan berapa persen dari rencana lokasi proyek peraturan peralihan ini diberlakukan. “Kalau belum ada ketentuannya, maka saya ingin agar dipakai aturan lama saja,” katanya.
Tarik Menarik
Ketua Asosiasi Tol Indonesia (ATI) Faturrohman mengatakan dengan dikeluarkannya UU No. 2/2012 terjadi tarik menarik kepentingan dalam mengatur isi perpres sebagai petunjuk pelaksanaan dari undang-undang itu.
Dia mengharapkan agar UU dan perpres tersebut diberlakukan bagi semua proyek infrastruktur, baik yang sudah bebas 10%, 50% atau 70%, harus mengacu kepada aturan baru itu.
"Lha buat apa ada peraturan baru, kalau dipakai aturan lama," katanya.
Menurut dia, UU itu dibuat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, kalau masih dipakai aturan lama, buat apa aturan baru.
Sementara itu, Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk, Adityawarman mengatakan bagi dia tidak masalah berapa perpres tersebut keluar. Yang penting dengan adanya aturan itu, akan bisa memperlancar pembebasan lahan bagi pembangunan infrastruktur.
Dia mengatakan sejauh ini sembilan ruas jalan tol yang ditanganinya berada on the track. Kesembilan ruas jalan tol itu adalah ruas Cengkareng-Kunciran, Kunciran-BSD, Semarang-Solo, Gempol-Pandaan, Gempol-Psuruan, dan Surabaya-Mojokerto.
(agus)
Jurus Jitu Selamatkan UMKM Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…
Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…
Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…
Jurus Jitu Selamatkan UMKM Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…
Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…
Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…