KPK: Pemerintah Perbaiki Sistem Perizinan Daerah

KPK: Pemerintah Perbaiki Sistem Perizinan Daerah

NERACA

Medan - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyarankan kepada pemerintah agar dapat memperbaiki sistem perizinan daerah, karena berpotensi terjadinya penyalahgunaan jabatan dan dugaan terjadinya praktik korupsi.

"Selain itu, juga terjadinya penyimpangan dengan mempersulit pelaku usaha untuk memperoleh izin, dalam pengembangan bisnis," kata Ketua Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, menjawab wartawan usai "Talk Show" Festival Konstitusi dan Antikorupsi 2018, digelar di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Selasa (15/5).

Karena sulitnya untuk mendapatkan izin tersebut, menurut dia, pihak pengusaha terpaksa melakukan gratifikasi terhadap oknum pejabat maupun kepala daerah."Praktik seperti itu, jelas bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku karena pengusaha memberikan suap untuk kelancaran pengurusan izin tersebut," ujar Rahardjo.

Ia mengatakan, untuk mengantisipasi praktik korupsi yang melanggar hukum itu, maka perlu ditingkatkan pengawasan ekstra ketat dalam pemberian izin tersebut."Jadi, dalam pengurusan perizinan di daerah, jangan sampai dimanfaatkan oknum kepala dinas maupun pejabat sebagai lahan korupsi," kata Ketua KPK itu.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pemerintah memperbaiki sistem perizinan daerah karena menjadi lahan empuk bagi pejabat dalam melakukan korupsi sehingga mempersulit pelaku usaha melakukan ekspansi maupun pengembangan bisnis.

ICW mencontohkan Bupati Mojokerto Mustofa Kemal Pasa yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga mempersulit izin sekitar 11 perusahaan sehingga terpaksa memberikan gratifikasi kepada Mustofa agar usahanya dapat beroperasi di Mojokerto.

Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas di Jakarta, Minggu (13/5), mengatakan korupsi tidak hanya terkait belanja barang pemerintah, tapi juga terkait perizinan. Menurut dia, saat ini perizinan sudah dipangkas namun tidak transparan sehingga menjadi celah pejabat daerah melakukan korupsi.

“Perizinan dibuat lama dengan harapan nanti ada fee dan tip dan segala macam. Jadi sekarang pilihannya mengikuti cara yang berputar-putar atau bertele-tele dan lama, atau mengikuti pola permainan mereka (pejabat daerah)," kata Firdaus.

Dalam kasus dugaan suap pembangunan menara telekomunikasi, Bupati Mustofa diduga telah menerima uang senilai Rp 2,7 miliar setelah meloloskan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan pengurusan izin prinsip pemanfaatan ruang (IPPR).

Kedua izin tersebut sempat terkatung-katung selama lebih dari 2 tahun sejak para kontraktor menara-menara telekomunikasi di Mojokerto menyelesaikan proyeknya.

Selain kasus korupsi, KPK juga tengah mengembangkan dugaan kasus lain yang melibatkan Mustofa, yakni terkait penggunaan dana desa.

Pada 2017 lalu, pemerintah pusat mengucurkan dana desa Rp 236,5 miliar untuk 299 desa di Kabupaten Mojokerto. KPK juga tengah menyelidiki kasus jual beli jabatan sejak Mustofa mulai berkuasa tahun 2010. Sementara Mustofa juga telah ditetapkan menjadi tersangka kasus oleh Bareskrim Polri dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada 2014.

ICW mencatat pada 2017 lalu ada 30 orang kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi, dimana mayoritas merupakan bupati dan wakil bupati, yang jumlahnya mencapai 24 orang, sedangkan sisanya lima walikota/wakil wali kota, dan satu orang Gubernur.

Sementara itu, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai banyaknya kasus korupsi yang terjadi di daerah lantaran bupati dan birokratnya memiliki kekuasaan yang besar, dimana salah satu sumbernya adalah perizinan.

"Di daerah itu terlalu banyak izin, sehingga menciptakan lahan-lahan untuk perburuan suap dan korupsi. Contohnya yang baru terungkap oleh KPK di Mojokerto itu," kata Direktur Eksekutif KPPOD Robert Na Endi Jaweng saat dihubungi, Minggu (13/5).

Robert mengungkapkan bahwa selama ini masalah perizinan turut memperburuk iklim usaha di banyak daerah di Indonesia, karena para pelaku usaha seringkali dipersulit untuk mendapatkan izin usahanya jika tidak mengikuti aturan main birokrat di daerah. Ant

BERITA TERKAIT

Menpan RB Apresiasi BPOM Atas Capaian Kenaikan Indeks RB-Akuntabilitas

NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengapresiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan…

Sahli Menkumham Ingatkan Napi Penerima Remisi Lebaran Perbaiki Diri

NERACA Jakarta - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Bidang Politik dan Keamanan Ibnu Chuldun mengingatkan agar seluruh narapidana…

KPPU Gandeng PP Muhammadiyah Dorong Ekonomi Berkeadilan

NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menggandeng Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah)…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Menpan RB Apresiasi BPOM Atas Capaian Kenaikan Indeks RB-Akuntabilitas

NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengapresiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan…

Sahli Menkumham Ingatkan Napi Penerima Remisi Lebaran Perbaiki Diri

NERACA Jakarta - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Bidang Politik dan Keamanan Ibnu Chuldun mengingatkan agar seluruh narapidana…

KPPU Gandeng PP Muhammadiyah Dorong Ekonomi Berkeadilan

NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menggandeng Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah)…