Biaya Logistik Capai 24% dari Total PDB - Ongkos Logistik Diproyeksikan Turun Hingga 10% di 2015

NERACA

Jakarta - Pemerintah menargetkan bisa secara bertahap menurunkan ongkos logistik sebesar 10% hingga 2015. Upaya pemerintah untuk menurunkan biaya logistik yang sampai sekarang masih sekitar 24% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) antara lain dilakukan melalui modernisasi fasilitas pelabuhan utama dan pelabuhan di wilayah Timur.

Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawadi mengatakan, kapasitas angkut armada kapal perintis dan nasional untuk kawasan timur akan ditingkatkan, demikian pula dengan peran kargo kereta api di wilayah Jawa dan Sumatera. "Tahun 2015 nanti targetnya ongkos, waktu dan ketidakjelasan bisa 10% lebih rendah dari sekarang," kata Edy dalam acara dialog yang diselenggarakan Kadin DKI Jakarta, Rabu.

Pemerintah, lanjut Edy, juga meningkatkan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memperbaiki sistem logistik serta membangun pusat distribusi regional komoditas pokok dan strategis pada setiap koridor ekonomi. Selain itu, kata dia, pemerintah mengupayakan peningkatan kemampuan penyedia logistik nasional melalui penguatan jaringan serta pemberian insentif dan kemudahan bagi penyelenggara jasa logistik.

Paling Tinggi Sedunia

Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga menyatakan bahwa biaya logistik di Indonesia yang mencapai 24% dari total PDB atau senilai Rp1.820 triliun per tahun merupakan biaya logistik paling tinggi di dunia. "Biaya logistik di Indonesia mencapai 24 persen dari total PDB, angka tersebut setara dengan Rp1.820 triliun yang terbagi dalam biaya penyimpanan sebesar Rp546 triliun, biaya transportasi Rp1.092 triliun, dan biaya administrasi sebesar Rp182 triliun," kata anggota Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3EI) Kadin, Ina Primiana, di Jakarta, Selasa.

Ina mengatakan bahwa biaya logistik di Indonesia terbilang sangat tinggi jika dibandingkan dengan Malaysia yang hanya sebesar 15%, Amerika dan Jepang sebesar 10%. "Selain biaya yang sangat tinggi, mutu pelayanan logistik di Indonesia juga buruk, seperti waktu jeda di Indonesia untuk barang-barang impor tersebut mencapai 5,5 hari, dan biaya angkut yang mahal," tambah Ina.

Kondisi tersebut, lanjut Ina, juga ditambah dengan prasarana logistik yang masih konvesional seperti jalan, pelabuhan, dan hubungan antar moda, kemudian, belum terbangunnya konektivitas antara satu lokasi dengan dengan lainnya, serta pengiriman kontainer ke daerah jauh lebih mahal apabila dibandingkan dengan mengirim kontainer ke luar negeri. "Indonesia merupakan negara kepulauan, namun sebagian besar prasarana berada di darat dan bukan mendukung keterkaitan antar pulau atau logistik pantai," kata Ina.

Selain itu Ina mengatakan, selain biaya bongkar muat di pelabuhan yang tinggi, akses jalan dari dan menuju Pelabuhan Tanjung Priok selalu macet dan tidak pernah terselesaikan, sehingga sangat sulit bagi perusahaan angkutan barang untuk mengoptimalkan perputaran kendaraannya.

"Biaya yang timbul di terminal-terminal lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok, biaya resmi saat ini sangat mahal dan meningkat yang berkisar antara 200% sampai 500%, dan juga biaya tidak resmi yang harus dikeluarkan pada setiap proses muat barang," lanjut Ina.

Selain hal tersebut, Ina menambahkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi juga menjadi permasalahan dalam proses pemantauan arus barang, selain itu juga regulasi logistik yang tidak terpadu, banyaknya dokumen yang harus dipersiapkan, armada yang tidak layak, serta kompetensi Sumber Daya Manusia yang rendah.

Untuk meningkatkan daya saing, tambah Ina, sudah seharusnya dilakukan pembenahan dari sisi infrastruktur dan konektivitas seperti, infrastruktur fisik, koordinasi antar institusi dan juga dari masyarakat ke masyarakat. Karena negara kita merupakan kepulauan, lanjut Ina, pengembangan logistik di daerah pantai dan pelabuhan juga harus ditingkatkan karena sesuai dengan karakteristik Indonesia.  "Selain itu, diperlukan evaluasi ulang terkait hal-hal yang menjadi beban biaya logistik seperti biaya antrian di pelabuhan, biaya sewa gudang, rumitnya masalah perijinan, kepengurusan di pabean," tambah Ina.

Bebani Produksi

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur memahami bahwa selama ini kalangan pengusaha mengaku masih menemukan sejumlah persoalan dalam hal logistik dan distribusi yang membebani produksi.

Persoalan itu adalah masalah jembatan timbang yang tidak transparan dan banyak pungutan liar. Harapan besar Natsir terhadap pemerintah agar dapat memberikan insentif terhadap pengadaan alat angkut karena hal ini sudah sangat mendesak. “Juga masalah premanisme dan retribusi, Penertiban biaya bongkar muat mau dihapus atau dilegalkan, karena jauh lebih besar biaya opersional per hari dibandingkan insentif pemerintah,” ujarnya.

Natsir menjelaskan tingginya biaya logistik dapat berdampak pada rendahnya daya saing produk Indonesia di pasar internasional. Selama ini produk Indonesia masih sulit bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, karena barang-barang tersebut diproduksi dengan biaya mahal.

Pasalnya biaya logistik di Indonesia saat ini, lanjut Natsir, masih mencapai 15% yang sangat mempengaruhi biaya produksi termasuk harga di konsumen. Angka ini tak kunjung turun bahkan cenderung terus naik. “Bagaimana biaya logistik bisa menurun dari 15% menjadi 10% di 2015 saat berlangsungnya masyarakat ekonomi ASEAN. Biaya 15% itu belum termasuk pungutan liar, kalau dihitung sampai 30%,” katanya.

Natsir juga menjelaskan, dengan masih tingginya biaya logistik mengakibatkan mahalnya biaya produksi di negeri ini, rata-rata mencapai 30% dari biaya produksi. Akibatnya biaya logistik yang tinggi ini, menyerap 24% dari total produk domestik bruto (PDB). “Sementara di negara lainnya seperti Vietnam, Malaysia, Thailand dan China, biaya logistik sudah dapat ditekan hingga mencapai 10%. Biaya logistik di Indonesia terhitung masih tinggi membuat daya saing pelaku bisnis mandek,” tambahnya.

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…