Potensi Berkurangnya Cadangan Devisa

 

Oleh: Bhima Yudhistra Adhinegara

Peneliti INDEF

Kalau BSA itu nanti mekanismenya jika cadangan devisa terus mengalami penurunan, BI bisa meminjam devisa dalam bentuk dolar atau yen dari Jepang. jika sudah ada penguatan cadangan devisa lagi, maka akan dikembalikan ke bank sentral Jepang. Jadi modelnya seperti itu.

Jika seperti itu maka artinya second line defense yang dimaksud sebenarnya lebih ke arah penguatan cadangan devisa melalui lembaga eksternal khususnya bank sentral Jepang. Dan itu artinya sampai dengan akhir tahun ketika rupiah melemah maka cadangan devisa akan terus dipakai untuk intervensi.

Padahal cadangan devisa yang keluar ketika intervensi bisa menghabiskan US$3-4 miliar per bulan. Saat ini memang cadangan devisa kita sudah terus tergerus. Kita tinggal menunggu data bulan April 2018, di mana cadangan devisa kemungkinan tinggal US$123 miliar. Jadi terus mengalami penurunan.

Kalau BCSA, itu skenario yang berbeda. BCSA dengan China dilakukan pada 2009, kerjasama BCSA dengan Australia pada 2015, itu tujuannya lebih ke arah mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat, dengan memperbanyak likuiditas valas non dolar AS di pasar uang. Jadi untuk ekspor ke China misalnya, kita bisa langsung beli yuan di bank-bank dalam negeri. Lalu untuk ekspor ke Australia tidak perlu konversi mata uang ke dolar AS, tapi cukup membeli dolar Australia. Dengan itu, para pengusaha diharapkan lebih tertarik untuk bertransaksi dengan mata uang tujuan ekspor dibandingkan mengkonversi dulu ke dolar AS.

Tetapi sekarang problemanya, dolar Amerika masih menguasai sekitar 85% dari total transaksi valas global. Jadi masih cukup besar sekali. Kelemahan di kita, saat ini BI maupun pemerintah belum memberikan insentif bagi eksportir maupun importir untuk memakai valas non dolas AS. Itu yang seharusnya dioptimalkan.

Dalam kaitannya dengan efektivitas kerjasama BSA, BCSA untuk meredam gejolak nilai tukar, menjadi tidak signifikan. Oleh karenanya dalam rilis BI kemarin ditambahkan yaitu jika memungkinkan maka BI akan menaikkan bunga acuan. Sebenarnya menaikkan suhu bunga BI itu termasuk second line defense selain menambah devisa tadi.

Ketika terjadi gejolak nilai tukar serupa pada 2015 dimana rupiah juga sempat menyentuh Rp14.700 per dolar AS, langkah BI juga melakukan intervensi dengan menggunakan cadangan devisa, yang utama. Tapi waktu itu kalau tidak salah juga ada kenaikan bunga acuan BI sehingga bisa meningkatkan ‘confidence’ di pasar. Sebelum akhirnya bunga acuan turun sampai 4,25% sampai saat ini.

Betul, bahwa situasi ini belum lagi ‘The Fed’ akan menaikkan lagi suku bunga bank sentral AS. Dari hasil rapat terakhir ‘The Fed’ ada sinyal, bulan Juni mendatang akan ada kenaikan lagi suku bunga bank sentral AS. Jadi, kebijakan-kebijakan ekonomi Trump agaknya berpengaruh, buktinya terhadap reformasi perpajakan sudah mulai terlihat hasilnya. Sedang pengaruh perang dagang dengan China juga agak dinetralisir dengan kunjungan kemarin ke China. Jadi kita melihatnya sebenarnya Trump ‘menang’ terbukti dengan penyerapan tenaga kerja di AS yang semakin bagus.

Bagi Indonesia, sebenarnya butuh leadership yang kuat. Khususnya di bidang ekonomi dengan rencana yang tidak berubah-ubah, tapi rencana yang konsisten, jangka panjang dan bisa membaca arah perubahan ekonomi global. Sekarang hampir semua tim ekonomi pak Jokowi kelihatannya tidak solid, itu yang utama. Terbukti 16 paket kebijakan ekonomi belum efektif berjalan.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…