Bank Mutiara Terlalu Tinggi Resiko Politiknya - Semua Bank BUMN Tolak

NERACA

Jakarta—Hingga kini belum ada bank BUMN yang berminat membeli Bank Mutiara. Bukan saja mahal. Namun juga mengandung resiko tinggi.  Demikian pula dengan  PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang menolak akusisi  Bank Mutiara. Alasanya  terlalu besar resiko politiknya ketimbang nilai bisnisnya.  Meski dikaui secara operasional Bank Mutiara cukup prospektif.  Apalagi imaje Bank Century  masih sulit dhapus.  "Political risk-nya (risiko politik) tinggi. Nanti kalau Bank Mutiara ingatnya Bank Century," kata  Direktur Utama BNI Gatot M. Suwondo di Jakarta,15/2

Lebih jauh Gatot mengaku hingga saat ini belum menghitung apakah penawaran harga jual Bank Mutiara senilai Rp 6,7 triliun terlalu tinggi atau masuk akal. Perseroan tidak mau mengambil risiko. "Itu belum kita hitung," terangnya

Sebelumnya, Bank BUMN lainnya, seperti BRI juga menilai dinilai terlalu mahal. Bahkan Dirut BRI mengaku tidak akan ikutan mengincar bank yang dulu dimiliki oleh Robert Tantular tersebut, meski ada dorongan bagi Bank BUMN untuk mengakusisinya. "Wah ngga deh, itu kemahalan itu Rp 6,7 triliun Bank Mutiara," tegasnya

Meski ada dorongan dari pemerintah, namun Sofyan tegas menyatakan banknya tidak akan membeli bank yang dulunya bernama Bank Century itu. Bahkan Sofyan mempersilakan biar pihak asing saja yang membeli bank tersebut.  "Tidak, kami tidak deh biar asing saja yang beli itu," jelas Sofyan.

Pada kesempatan yang sama Sofyan masih berharap RUPS BRI yang nanti digelar dapat menyetujui pembelian sebuah perusahaan sekuritas. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan bisnis non-organiknya. "Kita harapkan nanti RUPS disetujui. Kita berniat memang dan sudah ada dananya untuk akuisisi perusahaan sekuritas," tutup Sofyan.

Seperti diketahui, LPS selaku pemilik Bank Mutiara berniat melego bank tersebut. LPS tetap berharap bisa meraup Rp 6,7 triliun dari penjualan bank tersebut, atau senilai dengan dana bailout yang dikucurkan pemerintah ketika bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas. LPS tercatat sudah 2 kali gagal melego Bank Mutiara pada harga tersebut.

Terbaru, sebuah perusahaan equity fund membuat heboh dengan rencananya membeli Bank Mutiara dengan harga mahal Rp 6,7 triliun. Yawadwipa Companies bahkan mengaku sudah mengajukan tawaran resmi melalui Danareksa selaku agen penjual Bank Mutiara.

Dalam salinan suratnya kepada detikFinance, Presiden Direktur Yawadwipa C. Christopher Holm menyampaikan langsung ketertarikannya terhada Bank Mutiara kepada Direktur Utama Danareksa Marciano Herman dan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani. **maya/cahyo

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…