Proyek-proyek Infrastruktur Yang Terkendala Tanah

 

Banyak proyek infrastruktur yang lambat dilaksanakan pembangunannya karena kendala lahan? Ah itu sudah biasa. Di Indonesia kejadian seperti itu sangat banyak terjadi. Mungkin itulah salah satu sebab kenapa investor asing enggan untuk masuk ke Indonesia.

Mereka lebih suka melirik ke Vietnam, Kamboja, bahkan Laos, untuk melakukan investasi di bidang infrastruktur. Kenapa? Karena kepastian usaha, terutama soal pengadaan tanahnya lebih meyakinkan. Berbeda dengan di Indonesia, di mana ada proyek yang tidak kunjung selesai karena terkendala pembebasan lahan.  

Jakarta Outer Ring Road (JORR)  yang dicanangkan sekitar 1996, masih terputus mata rantainya di ruas W2 sepanjang 7,67 km. Itulah sebabnya sering istilah JORR itu diplesetkan menjadi Jalan Ora Rampung-rampung (jalan tak kunjung selesai), karena terkendala pembebasan lahan. Namun pada akhirnya ruas jalan tol JORR W2 ruas W2 utara (Kebon Jeruk-Ulujami) yang menelan biaya sedikitnya Rp 2,23 triliun bisa dibebaskan seluruhnya, meskipun sebagian daripadanya dilakukan melalui konsinyasi di PN Jakarta Barat.

Pada akhirnya, Menteri PU Joko Kirmanto bisa mencanangkan pembangunan jalan tol itu, pada 21 Oktober 2011 bertempat di Kebon Jeruk Interchange, Jakarta Barat dan ditargetkan beroperasi pada 2013.Pembangunan ruas jalan tol ini diharapkan akan berdampak pada pengurangan kepadatan arus lalu lintas di ruas tol dalam kota serta bermanfaat bagi perekonomian warga.

PT Jasa Marga Tbk bekerjasama dengan PT Jakarta Marga Jaya, anak perusahaan PT Jakarta Propertindo (BUMD DKI Jakarta), membentuk perusahaan patungan yaitu PT Marga Lingkar Jakarta (MLJ) untuk mewujudkan rencana pembangunan dan pengoperasian jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) Ruas W2 Utara (Kebon Jeruk- Ulujami).Ujung dari JORR ini dimulai dar Ulujani dan berakhir di Kebon Jeruk IC, sehingga ruas ini akan tersambung dengan Ruas JORR yang sudah mencapai Rorotan (Cakung) dan JORR ruas Kebun Jeruk.

Jika Ruas JORR ini selesai, maka akan menghubungkan 4 ruas tol yang sudah ada, yaitu jalan Tol Jakarta-Cikampek, jagorawi, Ulujami-Pondok Aren (Jakarta-Tangerang) dan jalan Tol Sedyatmo (Bandara).

Upaya pembangunan proyek Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) West II, sebelumnya terkendala dengan persoalan lahan. Sebab, 24 bidang tanah yang bakal terkena proyek ternyata dalam kondisi sengketa kepemilikan sehingga penyelesaian pembayarannya pun terpaksa dikonsinyasikan ke pengadilan pada Februari 2011.

Ketua Tim Pengadaan Tanah Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU), Ambardy Effendy, mengatakan, dari 24 bidang tanah yang bersengketa, 2 bidang di Kelurahan Petukanganselatan, 3 bidang di Kelurahan Ulujami, dan 19 bidang lainnya berada di Kelurahan Petukangan Utara.

“Paling banyak di Kelurahan Petukangan Utara yang mencapai 19 bidang tanah,” kata Ambardy, saat pembayaran lahan JORR West II, di Walikota Administrasi Jakarta Selatan.

Ia menambahkan saat itu (Feb. 2011) ke-24 bidang tanah tersebut dalam proses pemberkasan. Namun demikian hingga target selesai pembebasan pada Maret, jumlah bidang yang dikonsinyasikan diperkirakan akan bertambah. Sebab masih ada pula beberapa warga yang menuntut pembayaran ganti rugi lebih besar dari yang telah ditetapkan. “Kami perkirakan jumlah yang dikonsinyasi hingga Maret mencapai 10%,” tambahnya.

Tol Depok-Antasari

Seperti halnya JORR W2, Proyek jalan tol ruas Depok-Antasari sepanjang 22,82 kilometer yang digarap PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), melalui anak usahanya PT Citra Waspphutowa (CW), juga terhambat masalah pembebasan tanah.

Sejak ditunjuk sebagai pemenang tender proyek pada 2005, hingga saat ini masih belum dapat terealisasi.

"Hambatan utamanya adalah masalah pembebasan tanah, terutama terkait melonjaknya harga tanah yang akan digunakan," kata Dirut CMNP, Daddy Hariadi dalam paparan kinerja di gedung BEJ, Kamis (22/11/2007).

Berdasarkan harga tanah yang disepakati pada tahun 2005, seperti ditetapkan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), adalah sebesar Rp 700 miliar.

"Sedangkan pada 2007, kalau berdasarkan NJOP saja sudah mencapai Rp 1,2 triliun. Harga di pasar pasti lebih dari itu," kata Direktur Keuangan CMNP, Hendro Santoso.

Oleh karena itu, saat ini CMNP masih meninjau ulang pengerjaan proyek tersebut.

"Kita sedang meninjau kelayakan proyek ini bagi PT CW, karena penambahan biaya proyek akan menambah ekuitas," kata Daddy.

Opsi penyelesaian masalah itu, CMNP mengharapkan dukungan dari pemerintah
berupa pemberian land capping. Karena PT CW hanya bersedia menanggung kenaikan biaya tanah sebesar 10%.

"Di
luar itu harus menjadi tanggungan pemerintah. Kita lebih memilih solusi pemberian land capping dibanding menaikkan tarif tolnya. Jika pemerintah tidak bersedia, kita mungkin akan menarik diri dari proyek tersebut," kata Daddy.

Sementara nilai proyek ruas Depok-Antasari pada tahun 2005 dianggarkan sebesar Rp 2,5 triliun. Perbandingannya 65% utang dan 35% modal.

Saat ini CMNP adalah pemegang saham mayoritas dalam CW, yaitu sebesar 62,5%. Sisanya dimiliki oleh PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, dan PT Pembangunan Perumahan, masing-masing sebesar 12,5%.

Mantingan-Kertosono

Bukan hanya  di Jakarta dan sekitarnya saja, masalah tanah ini muncul. Sengitnya negosiasi harga tanah milik warga yang terkena proyek Jalan Tol di Nganjuk, Jawa Timur kembali bahkan berakhir ricuh. Sekitar 300 warga desa Sambirejo Kecamatan Tanjung Anom di Nganjuk, Jawa Timur marah dan membubarkan forum rapat tersebut. Forum itu digelar oleh Panitia Pembebasan Tanah untuk proyek Jalan Tol Mantingan-Kertosono.
Warga mengaku kesal kepada Panitia, pasalnya tanah dan sawah mereka yang terkena proyek Jalan Tol Mantingan-Kertosono itu dibeli dengan harga yang sangat rendah. Seperti halnya sawah, pihak Panitia hanya memberi harga Rp 80.000,- per meter persegi. Padahal harga yang diminta oleh seluruh warga desa berkisar antara Rp 2juta –Rp 3 juta per meter perseginya. Namun para Panitia Pembebasan Tanah tetap bersikukuh pada penawarannya itu.
Warga menolak bahkan mengancam akan melakukan perlawanan apabila tanah mereka akan diambil paksa oleh Panitia untuk pembangunan proyek Jalan Tol Mantingan-Kertosono.
Penetapan harga yang terlalu murah tersebut, menurut warga adalah sebuah pelecehan sekaligus bentuk dari tindak kemiskinan terhadap rakyat. Karena rakyat akan kehilangan tanah dan sawah yang menjadi sumber penghidupannya. Sementara uang ganti rugi dari pemerintah tidak cukup untuk membeli tanah lagi di lokasi yang lain.

Jasa Marga Terhambat

Beberapa proyek jalan tol milik PT Jasa Marga Tbk masih terhambat pembebasan lahan.  Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk,  Frans Setiyaki Sunito mengakui bahwa kesulitan dalam membebaskan lahan untuk beberapa proyek tol yang kini digarap Jasa Marga.       

Kendati sempat terhambat pembebasan lahan,  ruas tol Surabaya-Mojokerto sepanjang 2,3 km kemungkinan besar sudah bisa beroperasi pada tahun ini.   Ruas jalan tol ini terbilang strategis karena menghubungkan Bandar Udara Juanda,  Surabaya,  serta jalan tol Gempol.     

Proyek lain yang terhambat lahan adalah ruas tol Gempol-Pandaan sepanjang 14 km.  Jika pembebasan lahan tersebut sudah tuntas,  dalam waktu dekat pembangunan proyek tol tersebut bisa segera berlangsung.     
Menurut  Frans S. Sunito, dirut PT Jasa Marga (ketika itu)  dampak keterlambatan itu bisa mengakibatkan perhitungan biayanya berubah kalau baru bisa dilaksanakan tahun 2012.   Namun,  Jasa Marga sudah menyiapkan dana hingga Rp 25 triliun untuk ekspansi tol sampai 2012 dan juga mencadangkan Rp 15 triliun untuk proyek di luar rencana.     
Tapi menurut Frans,  percuma juga "Uang ada sementara tanah enggak ada,  tetap saja menghambat namanya,  padahal sistem transportasi kita buruk sekali," kata Frans.    

Tol Ungaran-Bawen

Proses pembebasan tanah proyek Tol Semarang – Solo seksi II (Ungaran - Bawen) menjumpai banyak masalah. Baru 77,38% dari keseluruhan lahan yang berhasil dibebaskan. Kondisi ini menyebabkan pengerjaan proyek ini terhambat.

Ketua Tim Pengadaan Tanah (TPT) Tol Semarang-Bawen Waligi mengakui ada kendala dalam proses pembebasan tanah di seksi II ini. “Persoalan serius ada di proyek yang ditangani Adi Karya yakni di daerah Lemah Ireng. Warga pemilik tanah belum amu melepaskan tanahnya sesuai harga yang disepakati karena ada provokatornya,” ungkapnya saat ditemui di Gerbang Tol Ungaran, Jumat (20/1).

Ruas tol yang terletak di Lemah Ireng (Bawen) tersebut sampai saat ini belum dapat dimulai pengerjaannya. Dari keseluruhan lahan, baru 35% yang berhasil dibebaskan. Menurut Waligi, sebanyak 68 dari 72 pemilik tanah sampai saat ini belum menyerahkan tanahnya sesuai kesepakatan.

“Sebenarnya sudah ada kesepakatan harga, yakni sebesar Rp 65.000 – Rp 180.000. Harga itu sudah sangat bagus, orang dijual 15.000 aja gak ada yang mau beli. Malah sekarang ada provokatornya,” katanya.

Provokator tersebut, lanjut Waligi, memprovokasi warga dengan menghembuskan isu bahwa harga yang ditawarkan akan dinaikkan kembali. Provokasi yang disampaikan orang tersebut membuat warga masih menunggu untuk menyerahkan tanahnya.

Tentu para pengusaha berharap, di masa depan hal itu tidak terjadi lagi. Karena dengan adanya UU No 2/2012 tentang Pengadaan lahan, maka investor lokal maupun asing mendapat kepastian waktu mengenai  berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan lahan bagi proyek infrastruktur di negeri ini. (agus/dbs)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…