KEMENKEU TETAP OPTIMISTIS RI DIPERCAYA INVESTOR - Kurs Rupiah Tembus Rp 14.000/US$

Jakarta-Nilai tukar (kurs) rupiah akhirnya menembus level Rp 14.000. Indikasi ini terlihat ketika sejumlah bank BUMN dan bank swasta besar kemarin (8/5) memasang rate kurs jual rata-rata di atas Rp 14.000 per US$.  Sementara itu, Kementerian Keuangan masih optimistis Indonesia masih mendapatkan kepercayaan investor, meski rupiah terus tertekan akibat menguatnya dolar AS belakangan ini.

NERACA

Berdasarkan data di pasar valuta asing kemarin, kurs rupiah ditutup turun 51 poin atau merosot 0,36% menjadi Rp14.052 per US$, setelah sebelumnya bergerak di kisaran Rp14.004-Rp14.053. Kondisi depresiasi rupiah ini terasa sejak awal Mei tahun ini yang terlihat kian merosot di kisaran Rp 14.000 per US$.

Meski demikian, Bank Indonesia menilai peluang penguatan nilai tukar rupiah masih terbuka dalam beberapa waktu ke depan, karena indikator fundamental ekonomi domestik yang masih terjaga.

Menurut Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, tekanan dalam dua hari terakhir lebih didominasi faktor eksternal, yakni dinamika ekonomi AS yang menggeliat. Menurut dia, investor juga melihat indikator fundamental domestik seperti inflasi yang terus mendekati sasaran bawah bank sentral dalam rentang 2,5-4,5%, defisit APBN yang terjaga, dan pergerakkan defisit transaksi berjalan yang masih dalam rentang sehat di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).


"Penguatan rupiah tetap terbuka dari sisi kondisi domestik yang terjaga," ujarnya seperti dikutip Antara, Selasa (8/5).

Dody juga mengatakan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2018 secara tahunan yang sebesar 5,06% masih positif dan sejalan dengan sasaran BI untuk laju pertumbuhan 5,1-5,5% di 2018.

Namun, jika merujuk pernyataan BI sebelumnya, angka pertumbuhan itu di bawah ekspektasi BI yang melihat pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 bisa mencapai 5,1% (yoy). "Asesmen (kajian atau penelitian) BI terhadap PDB tetap positif dan akan mencapai proyeksi 5,1-,5,5%di akhir 2018," ujarnya.

Di sisi lain, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) optimistis jika Indonesia masih mendapatkan kepercayaan dari para investor, meski nilai tukar rupiah terus tertekan.

Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara, gejolak nilai tukar yang terjadi saat ini bukan hanya dialami rupiah semata, tetapi juga mata uang negara lain di dunia.‎ "Tidak [mengkhawatirkan]. Kalau dari sisi APBN, sudah berkali-kali disampaikan namanya asumsi kurs buat APBN itu bersifat indikatif," ujarnya.

Dalam asumsi makro yang ditetapkan dalam APBN 2018, kurs rupiah dipatok di level Rp 13.400. Namun pada penutupan kemarin kurs rupiah tercatat Rp 14.052 per US$.

Secara garis besar, Suahasil memandang, pelemahan rupiah akan berdampak positif terhadap penerimaan negara. Hal itu, bisa mengkompensasi komponen belanja pemerintah maupun pembayaran utang dalam denominsasi valas.

"Dari penerimaan yang kita dapatkan itu lebih tinggi dari pengeluaran yang gara-gara kurs. Kalau kita nett antara pengeluaran dan penerimaan. Jadi kalau dari sisi pengelolaan APBN, tidak ada hal yang mengkhawatirkan," ujarnya.

Sebagai informasi, berdasarkan analisis sensitivitas APBN 2018, pemerintah sebenarnya untung ketika rupiah melemah. Pasalnya, tambahan penerimaan negara jauh lebih besar ketimbang kenaikan belanja secara keseluruhan. Dalam data sensitivitas asumsi makro tersebut, setiap dolar AS menguat Rp 100/US$ di atas asumsi, maka penerimaan negara bertambah sekitar Rp 3,8 triliun - Rp 5,1 triliun. Sementara itu, belanja pemerintah akan naik sekitar Rp 2,2 triliun - Rp 3,4 triliun.

Walaupun terjadi pelemahan rupiah, menurut Suahasil, dari sisi pertumbuhan ekonomi, Indonesia merupakan salah satu yang terbaik. Hal ini dinilai menjadi modal yang kuat bagi para investor untuk tetap melirik Indonesia sebagai tempat menanamkan modalnya.‎

"Tetapi kan posisi Indonesia dari sisi economic growth cukup baik dan mendapatkan apresiasi. Kalau aspirasi tentu lebih tinggi dari itu, tapi kan ada apresiasi ekonomi kita tumbuh 5,06% di kuartal I-2018 dengan kualitas yang cukup menjanjikan, yaitu terutama investasinya tinggi mencapai 7,95%, hampir mencapai 8%,” ujarnya.

Menurut Suahasil, saat ini kegiatan ekonomi dan industri di dalam negeri tidak terlalu terpangaruh oleh pelemahan rupiah. Hal ini terlihat dari pertumbuhan impor yang masih tinggi di mana didalamnya didominasi oleh impor bahan baku dan barang penolong.

"Impor memang kelihatan tinggi 12% pertumbuhannya, ekspor hanya 6%. Tapi kalau lihat komposisi impor, banyak yang barang modal. Nah ini connect dia impor barang modal dengan investasi. Berarti proses ekspansi dunia usaha mulai terjadi, mulai berlangsung. Ini juga memberi harapan di masa yang akan datang akan memberikan multiplier yang lebih tinggi lagi," ujarnya.

Suku Bunga Acuan

Ekonom Maybank Indonesia Juniman menilai, pelemahan rupiah sudah terjadi sejak BI memangkas suku bunga acuan ( 7 Day Reverse Repo Rate) sebanyak dua kali pada Agustus dan September tahun lalu dari 4,75% menjadi 4,25%.

"Sejak memotong suku bunga dua kali di tahun lalu, sudah terjadi capital outflow (dana keluar). Rupiah melemah, dan itu artinya investor tidak mau suku bunga rendah," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com, kemarin.

Sementara tren saat ini, diakui Juniman, negara-negara maju dan berkembang cenderung menaikkan suku bunga acuannya dibanding ke arah menurunkan. Kondisi tersebut berbeda dengan tahun lalu.

"Selisih suku bunga BI dengan suku bunga AS semakin menyempit. Jadi, suka tidak suka, menaikkan suku bunga menjadi pilihan logis buat BI untuk menahan pelemahan rupiah," dia menjelaskan.

Menurut Juniman, kenaikan suku bunga acuan merupakan instrumen paling efektif menahan mata uang rupiah semakin terpuruk lebih dalam. "Kalau naik (suku bunga acuan) di bulan ini, maka capital outflow bisa tertahan dan ada peluang rupiah bisa menguat lagi setelah investor sudah price in ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed bulan depan," ujarnya.

Juniman memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25 basis poin pada rapat dewan gubernur BI bulan ini. Alasannya, tingkat interbank rate sudah berada di level 4,5% pada satu pekan terakhir atau di atas suku bunga acuan BI.

"Saya kira gradual (BI naikkan suku bunga) 0,25 basis poin. Karena pasar sudah price in, BI akan menaikkan suku bunga. Kenaikkan suku bunga acuan adalah keputusan paling rasional untuk menahan pelemahan rupiah lebih lanjut," ujarnya.

Sementara itu, pemerintah pun diminta tidak berpangku tangan meski kebijakan menstabilkan rupiah merupakan wewenang BI. Menurut Juniman, pemerintah segera merevisi APBN 2018. Pasalnya, beberapa asumsi makro ekonomi Indonesia tahun ini sudah meleset dari target. Di antaranya nilai tukar rupiah yang dipatok Rp13.400 per US$, dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) diasumsikan US$ 48 per barel. "Pemerintah harus revisi APBN 2018 di Juli supaya bujet lebih kredibel karena rupiah dan harga minyak sudah di atas APBN," ujarnya.

Dengan demikian, kata Juniman, investor akan kembali melirik Indonesia untuk menanamkan modalnya. "Kalau bujet kredibel, fiskal jadi lebih baik, investor bisa percaya dan balik lagi ke Indonesia. Jadi sebaiknya revisi supaya kredibel," ujarnya.

Dengan dosis kebijakan moneter yang tepat dari BI dan fiskal oleh pemerintah, maka Juniman optimistis mata uang rupiah akan menguat, meski sulit untuk kembali berada di bawah 14.000 per US$. "Tergantung langkah BI ya. Kalau bisa menaikkan suku bunga acuan, rupiah bisa menguat," ujarnya.

Dia memproyeksikan, kurs rupiah masih akan berada di kisaran Rp14.000 per US$ sampai Juni ini. "Bisa menguat di kuartal III dan IV. Tapi kalau pun melemah, paling banter Rp14.500 per US$. Tidak akan ke mana-mana lagi," ujarnya.

Sementara itu, ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai pelemahan nilai tukar rupiah sulit diprediksi akan berlangsung seberapa lama. Hal ini mengingat banyak sentimen serta investor yang akan membayangi nilai tukar.

"Kalau Bank Indonesia (BI) bisa konsisten hadir di pasar, bisa meyakinkan bahwa kebutuhan dolar AS bisa dicukupi sehingga pasar ditenangkan maka investor akan stay dan rupiah akan kembali ke bawah 14 ribu per dolar AS," ujarnya. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…