Oleh Agus S. Soerono
Wartawan Harian Ekonomi Neraca
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum Selasa, 14/2 mengadakan sosialisasi UU No. 12/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Ruang Sapta Taruna Kementerian PU, Jakarta
Acara itu dbuka oleh Sekjen Kementerian PU Agoes Widjanarko dan bertindak sebagai narasumber Putu Suweken, Direktur Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Telantar dan Tanah Kritis Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Namun perjalanan masih panjang untuk diterapkannya UU No. 2/2012 yang sudah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 Januari lalu. Karena agar bisa berlaku efektif UU itu harus dilengkapi dengan peraturan presiden (perpres). Naskah akademis bagi usulan perpres itu sudah dikirim ke Sekretariat Negara (Setneg) pekan lalu. Setelah naskah akademis masuk, maka akan dibahas di tingkat Interdep, sebelum pada akhirnya dituangkan dalam perpres yang final.
Para pengusaha dan instansi pemerintah sebagai end user dari hasil pengadaan tanah tersebut, tentu berharap agar perpres tersebut segera diterbitkan. Selama ini, banyak pembangunan infrastruktur yang terhambat pelaksanaannya, karena kendala dalam pengadaan tanah bagi proyek tersebut.
Kalau dicermati, UU No. 2/2012 mengatur tiga tahapan dalam pengadaan tanah, yaitu tahap perencanaan, persiapan dan pelaksanaan. Dalam tahap perencanaan pembangunan untuk kepentingan umum mencakup sumber tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, persyaratan lokasi bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan penetapan dokumen perencanaan pengadaan tanah.
Dalam tahap persiapan, hal penting adalah lembaga publikasi, lembaga konsultasi publik, persetujuan pengampu dan pemangku kepentingan, lembaga keberatan (tingkat pemerintah), penetapan lokasi, introduksi lembaga keberatan (PTUN dan MA) serta ketentuan waktu.
Sedangkan hal penting dalam pelaksanaan berupa inventarisasi, identifikasi dan verifikasi obyek pengadaan tanah, penilaian independen, ragam bentuk ganti rugi, introduksi lembaga keberatan/pengadilan (PN dan MA), serta lembaga penitipan ganti kerugian (PN).
Pemerintah hendaknya segera menerbitkan perpres tentang pengadaan tanah ini, untuk memberi kepastian usaha kepada pemerintah dan pengusaha, terutama di bidang infrastruktur. Sebab selama ini para investor di bidang infrastruktur enggan masuk ke Indonesia, salah satunya karena tidak jelas berapa lama waktu yang diperlukan untuk membebaskan tanah. Terlebih lagi dengan dicanangkannya Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang tentunya mengharapkan masuknya investor asing di bidang infrastruktur melalui public private partnership, yang pada gilirannya bisa meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional.