Fundamental Ekonomi Buruk, BI Terkena Getahnya

Oleh: Prof. Dr. Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policies Studies (PEPS)

Memasuki awal Mei 2018, kurs rupiah masih terus melemah. Pada 7 Mei 2018 sempat tembus Rp14.000 per dolar AS. Kalau tidak ada intervensi, mungkin sudah mendekati Rp14.500 atau bahkan Rp15.000 per dolar AS? Apa yang membuat rupiah terus melemah? Benarkah penyebabnya adalah faktor eksternal, khususnya ekonomi Amerika yang mulai membaik seperti yang dikatakan oleh para pejabat kita?

Pelemahan rupiah disebabkan karena capital outflow. Cadangan devisa kita turun terus, dari 131,98 miliar dolar AS pada akhir Januari 2018 menjadi 128,06 miliar dolar AS pada akhir Februari 2018, dan turun lagi menjadi 126 miliar dolar AS pada akhir Maret 2018. Dalam dua bulan terjadi penurunan cadangan devisa sebesar 6 miliar dolar AS. Banyak pengamat mengatakan, penurunan ini disebabkan karena BI melakukan intervensi untuk mempertahankan kurs rupiah. Ini pernyataan misleading. Cadangan devisa turun pada Februari dan Maret 2018 karena neraca pembayaran kita mengalami defisit. Sedangkan penggunaan dolar AS untuk intervensi rupiah hanya sebagian (kecil) saja dari penurunan cadangan devisa tersebut.

Neraca pembayaran adalah lalu lintas devisa masuk atau keluar Indonesia. Neraca pembayaran defisit berarti terjadi capital outflow, permintaan terhadap dolar AS naik, mengakibatkan dolar AS menguat. Sebaliknya, kalau neraca pembayaran surplus berarti terjadi capital inflow, permintaan terhadap rupiah meningkat, dan kurs rupiah menguat.

Mengikuti definisi IMF (International Monetary Fund), neraca pembayaran terdiri dari tiga komponen: 1. transaksi berjalan (current account), 2. transaksi modal (capital account) dan 3. transaksi finansial (financial account). Transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit berkepanjangan sejak triwulan IV/2011 hingga kini: transaksi berjalan tahun 2017 defisit 1,7 persen dari PDB, dan tahun ini diperkirakan akan melebar, bisa mencapai 2,2 persen dari PDB. Kalau defisit transaksi berjalan ini tidak bisa ditutupi oleh transaksi modal dan transaksi finansial, maka neraca pembayaran akan defisit, dan rupiah akan terdepresiasi.

Tahun 2015, transaksi modal dan transaksi finansial secara keseluruhan belum dapat menutupi defisit transaksi berjalan sehingga neraca pembayaran mengalami defisit 1,1 miliar dolar AS, dan kurs rupiah anjlok hingga tembus Rp14.000 per dolar AS. Tahun 2016 dan 2017, transaksi modal dan finansial mengalami surplus besar sekali, salah satu sebabnya karena Tax Amnesty (TA), sehingga neraca pembayaran mengalami surplus besar, masing-masing 12,1 miliar dolar AS dan 11,6 miliar dolar AS.

Tetapi, surplus dua tahun terakhir ini tidak berdampak signifikan terhadap penguatan rupiah. Mungkin karena cash infow dari TA tidak dikonversi ke rupiah sehingga tidak terjadi penguatan kurs rupiah. Data neraca pembayaran triwulan I/2018 belum keluar, dan rencananya Bank Indonesia akan mengumumkan pada 11 Mei yang akan datang. Melihat tekanan rupiah yang cukup dahsyat pada tiga bulan terakhir ini, hampir dapat dipastikan neraca pembayaran triwulan I/2018 akan defisit lagi.

Dari uraian di atas terlihat jelas, mengingat transaksi berjalan selalu defisit, kurs rupiah dan neraca pembayaran sangat tergantung dari transaksi modal dan transaksi finansial. Ketergantungan ini mencerminkan struktur atau fundamental ekonomi Indonesia saat ini sangat lemah, tidak seperti yang digembar-gemborkan oleh para pejabat terkait yang mengatakan fundamental ekonomi kita bagus.

Kalau fundamental ekonomi ini tidak berubah secara drastis, maka intervensi rupiah akan sia-sia. Bahkan lambat laun kondisi ini bisa memicu krisis neraca pembayaran (balance of payment crisis), alias krisis niliai tukar (currency crisis). Krisis nilai tukar biasanya didahului dengan capital inflow yang besar sekali, seperti yang terjadi di 2016 dan 2017, kemudian disusul dengan capital outflow yang juga besar seperti terjadi sekarang. Alasannya, capital inflow yang masuk ke sektor keuangan memicu kenaikan harga (inflasi) pada aset keuangan, yang tercermin dari kenaikan indeks saham (dan yield obligasi) yang berlebihan. Ketika harga aset keuangan dinilai terlalu tinggi, maka terjadi profit taking dan capital outflow: kurs rupiah melemah. Kalau kondisi ini bersifat kronis, intervensi tidak akan ada gunanya, lambat laun rupiah bisa terdepresiasi tajam dan memicu krisis nilai tukar.

Jadi, permasalahan utama ekonomi dan nilai tukar kita saat ini terletak di sektor riil, yaitu defisit transaksi berjalan berkepanjangan. Tetapi BI yang terkena getahnya, disalahkan atas anjloknya rupiah. Kemungkinan BI akan merespons dengan menaikkan suku bunga acuan untuk menjaga kurs rupiah: yang mana bahkan bisa mempercepat krisis. (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…