Dipertanyakan, Profesionalisme Penyelenggaraan Pilkada

 

Oleh : Pramitha Prameswari, Pemerhati Sosial Politik

 

            Kasus-kasus kekerasan dan vandalisme politik diestimasikan akan semakin meningkat menjelang hari-hari pemilihan, hal ini terlihat dengan beberapa indikasi seperti aksi perusakan sarana milik lembaga penyelenggara Pilkada, ancaman melalui telephone dan pesan SMS terhadap Ketua Panwascam di Kabupaten Nagekeo, NTT dan Kota Ambon, Maluku, juga mewarnai kasus kekerasan dalam pelaksanaan Pilkada 2018, perusakan APK. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya praktik politik menghalalkan segala cara untuk memenangkan Pilkada. Hal tersebut kemungkinan dapat mengganggu kondisi psikologis penyelenggara Pilkada di wilayah tersebut yang merasa keselamatan mereka terancam, sehingga dapat mengganggu pelaksanaan tugas khususnya pengawasan oleh Panwaslu.

Sedangkan rencana pengaduan Panwaslu ke Bawaslu di Kabupaten Lombok Barat, NTB, lebih disebabkan  kritikan salah seorang kepala dusun terhadap kinerja Panwaslu di daerah tersebut yang dinilai tidak kredibel, yang membuktikan adanya perhatian dan kepedulian terhadap penyelenggaraan Pilkada dan menunjukkan masih belum optimalnya peran pengawasan yang dapat mempengaruhi tindaklanjut penyelesaian dari sebuah pelanggaran yang terjadi. 

Adanya tuntutan penarikan pegawai kontrak di KPU Sumba Barat Daya, NTB, dengan alasan sebagai mantan Komisioner KPU yang diberhentikan dengan tidak hormat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI dalam Pemilu 2014, dinilai merupakan kelalaian dalam proses perekrutan pegawai. Selain itu, permasalahan tersebut dapat digunakan kelompok kepentingan untuk melakukan gugatan terhadap KPU Sumba Barat Daya yang dianggap tidak profesional.

Adanya penolakan terhadap 12 orang calon anggota KPU Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat dengan alasan terkait partai politik diduga dilatarbelakangi kekecewaan dari peserta calon anggota KPU yang tidak lulus test. Meskipun demikian, isu tersebut perlu ditindaklanjuti oleh jajaran KPU dan Bawaslu RI untuk melakukan supervisi guna menjamin proses rekrutmen calon anggota Komisioner KPU di beberapa daerah berjalan secara transparan dan akuntabel.

Dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan komisioner KPU dan Panwaslu Kab. Deiyai, Papua maupun Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, perlu mendapat perhatian serius dari KPU dan Bawaslu RI untuk terus melakukan evaluasi terhadap kinerja jajarannya di daerah guna menjaga integritas dan independensinya dalam mewujudkan pelaksanaan Pilkada yang demokratis dan berintegritas. Meskipun dugaan pelanggaran kode etik tersebut telah ditindaklanjuti melalui sidang kode etik DKPP RI, namun isu ketidaknetralan jajaran komisioner KPU maupun Panwaslu rentan memicu konflik akibat ketidakpuasan Paslon dan pendukungnya dalam penyelenggaran Pilkada serentak 2018.

Beberapa keputusan hukum dari DKPP RI yang menjatuhkan sanksi “Peringatan Keras” terhadap komisioner KPU maupun Panwaslu, seperti yang terjadi di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Deiyai, serta  sanksi pemberhentian sementara komisioner Kabupaten Mimika, Papua dapat menurunkan integritas dan wibawa penyelenggara Pilkada Serentak 2018. Hal tersebut menunjukkan bahwa komisioner KPU di sejumlah daerah masih rentan terhadap berbagai permasalahan internal, termasuk pelanggaran kode etik, sehingga isu ketidaknetralan jajaran komisioner KPU maupun Panwaslu rentan memicu konflik akibat ketidakpuasan Paslon dan pendukungnya dalam penyelenggaran Pilkada serentak 2018.

Adanya penilaian bahwa ada oknum Panwaslu Kabupaten Indramayu tidak bekerja secara profesional dan disinyalir melakukan tindak pidana korupsi perlu mendapat perhatian dari Bawaslu Provinsi Jawa Barat dan Bawaslu RI, termasuk aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti informasi atau penilaian ini sebagai upaya integratif dan komprehensif membangun aparatur penyelenggara Pemilu/Pilkada yang kompeten, profesional, netral serta berintegritas, agar dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap mereka.

Terjadinya pembakaran Kantor KPU, Panwaslu dan Honai Kantin Pemkab Mamberamo Tengah oleh pendukung salah satu Paslon merupakan bentuk intimidasi terhadap penyelenggara Pilkada. Selain meningkatkan eskalasi Polkam, juga potensial mengarah pada situasi chaos sehingga akan mengganggu kelancaran pelaksanaan Pilkada, karena itu perlu segera ditindaklanjuti dengan tindakan penegakan hukum. Sementara pengrusakan dan penghilangan oleh orang tidak dikenal dalam tahapan kampanye Pilkada Jawa Tengah patut diduga sebagai upaya provokasi yang dapat mempengaruhi kondusifitas situasi Polkam di wilayah tersebut.

Masih diwarnai permasalahan lemahnya kinerja jajaran Panwaslu dalam menangani laporan dugaan pelanggaran kampanye Paslon, serta indikasi pelanggaran kode etik penyelenggara Pilkada. Terkait munculnya kritik terhadap lemahnya kinerja jajaran Panwaslu dalam menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran Pilkada, khususnya di wilayah Kota Bima, mengindikasikan adanya kekecewaan dan ketidakpuasan Tim Paslon terhadap penyelenggara Pilkada, terutama dalam aspek pengawasan dan penindakan hukum terhadap berbagai pelanggaran proses Pilkada. Kritik tersebut perlu mendapat perhatian dari Bawaslu RI untuk mengoptimalkan kinerja jajaranya dalam melakukan pengawasan dan penindakan hukum agar dapat meminimalisir pontesi sengketa Pilkada. Sedangkan proses sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pilkada di Kabupaten Parigi Moutong juga berpotensi menjadi celah permasalahan yang dapat memicu munculnya sengketa pasca pelaksanaan Pilkada.

Polemik seleksi calon anggota KPU di Kalimantan Tengah, akan berdampak pada terjadinya kekosongan penyelenggara Pilkada di Kalimantan Tengah, rentan dijadikan komoditas politik oleh berbagai kelompok kepentingan yang mengarah pada terjadinya anggapan Tim Seleksi tidak bekerja secara profesional sesuai aturan yang berlaku sehingga memicu gugatan hukum terhadap penyelenggara Pilkada Kalimantan Tengah. Selain itu, bukan tidak mungkin akan memicu adanya tuntutan untuk melakukan Pilkada ulang, yang didasari bahwa komisioner KPU Kalimantan Tengah yang baru terpilih dinilai tidak kapabel dan merupakan ‘titipan’ kelompok tertentu. Hal ini menimbulkan protes dan rawan konflik kepentingan terkait penyelenggaraan Pilkada dan Pemilu 2019.

 

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…