Jaksa Agung: Tuntutan Korupsi Tidak Bisa Pukul Rata

Jaksa Agung: Tuntutan Korupsi Tidak Bisa Pukul Rata 

NERACA

Jakarta - Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan tuntutan dan putusan pengadilan terhadap perkara pidana khususnya korupsi tidak bisa pukul rata, tapi harus dilihat dari motifnya, perannya, dan besaran kerugiannya.

"Kalau dipahami dengan menilai rata-rata itu, tidak tepat kadang berat, ada yang sesuai dengan ancaman di pasal yang bersangkutan," kata dia di Jakarta, Jumat (4/5).

Ia menegaskan dalam tuntutan dan putusan itu dilihat dari motifnya, perannya, dan besaran kerugiannya."Jadi tidak bisa dipukul rata, kasus pencurian biasa yang bisa ditangani lima perkara dalam hari yang sama, belum tentu tuntutannya sama ada karena ada orang mencuri karena untuk mencari uang demi mengobati anaknya sakit kemudian untuk makan besok pagi," papar dia.

Kendati demikian, ditambahkan, ada juga yang residivis yang sudah melakukan perbuatan berulang kali untuk mencari kekayaan. Begitupun korupsi karena ada istilah korupsi itu ada yang rakus tidak peduli penderitaan masyarakat atau hanya memikirkan diri sendiri.

"Ada juga korupsi yang kecil-kecilan karena mungkin pelaku mempunyai kewenangan menerima gratifikasi, kita tidak mentolelir semua itu. Tapi tentunya porsinya berbeda-beda. Jadi sekali lagi, saya katakan kalau ada yang menilai rata-rata dua tahun tuntutan dan putusan koruptor, itu pemahaman yang kurang tepat bagi saya," kata dia.

Sebelumnya, Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku kecewa dengan sejumlah perkara korupsi dari Kejaksaan Agung rendah dibandingkan dengan perkara dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)."Jelas kecewa perkara korupsi berujung dengan vonis rendah," kata dia di Jakarta, Rabu (2/5).

Seharusnya, kata dia, tuntutan kepada terdakwa korupsi itu di atas angka delapan tahun dimana mereka sudah jelas-jelas merampok uang rakyat. Ia menambahkan dengan vonis perkara korupsi yang rendah itu membuat tidak memberi efek jera kepada para pelaku kejahatan.”Masak pelaku korupsi hanya divonis sama dengan pelaku kejahatan pidana umum seperti maling," ungkap dia.

Padahal, kata dia, kerugian bagi negara atas perbuatan tindak pidana korupsi sungguh luar biasa dampaknya, sehingga tidak bisa disamakan dengan sekelas tindak pidana umum.

Saat ditanya terkait vonis terhadap eks Direktur Utama PT Pertamina Trans Kontinental (PTK) Suherimanto yang perkaranya ditangani Kejagung dan hanya divonis dua tahun 4 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, ia mengaku kecewa dengan putusan yang terbilang rendah itu."Sekarang saya tanya berapa tuntutannya terhadap terdakwa Suherimanto itu," kata dia.

Seperti diketahui, Suherimanto dituntut oleh jaksa penuntut umum atas perkara dugaan korupsi pengadaan kapal Anchor Handling Tug Supply (AHTS) pada 2011, 3,5 tahun penjara potong masa tahanan."Itu harusnya dituntut delapan tahun sekalian, bukannya 3,5 tahun penjara," kata dia.

Demikian pula dengan terdakwa kasus korupsi pengelolaan swakelola banjir di Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Pusat, Pahala Tua yang hanya dijatuhi empat tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan penuntut umum tujuh tahun penjara. Karena itu, kata dia, permasalahan tersebut harus dievaluasi agar tidak menimbulkan kecurigaan dari publik dimana setiap perkara korupsi dari Kejaksaan Agung selalu divonis rendah.

"Ini harus segera dievaluasi, ini menyangkut dengan kepercayaan publik. Sayang saja lembaga kejaksaan jika tidak dipercaya lagi oleh masyarakat," tandas dia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Organisasi Nirlaba Berkontribusi Bagi Pembangunan RI

NERACA Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyampaikan, organisasi nirlaba (NGO) telah membuktikan kontribusi pentingnya bagi pembangunan…

Masyarakat Menerima Hasil Pemilu dengan Kondusif

NERACA Jakarta - Pengamat politik Arfianto Purbolaksono mengemukakan bahwa masyarakat menerima hasil Pemilihan Umum 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum…

Demokrasi Adalah Jalan Capai Kebenaran

NERACA Semarang - Mantan Sekretaris Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Hudallah Ridwan yang akrab disapa Gus Huda…

BERITA LAINNYA DI

Organisasi Nirlaba Berkontribusi Bagi Pembangunan RI

NERACA Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyampaikan, organisasi nirlaba (NGO) telah membuktikan kontribusi pentingnya bagi pembangunan…

Masyarakat Menerima Hasil Pemilu dengan Kondusif

NERACA Jakarta - Pengamat politik Arfianto Purbolaksono mengemukakan bahwa masyarakat menerima hasil Pemilihan Umum 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum…

Demokrasi Adalah Jalan Capai Kebenaran

NERACA Semarang - Mantan Sekretaris Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Hudallah Ridwan yang akrab disapa Gus Huda…