Moazzam: Upaya Pemberantasan Korupsi Indonesia Bergerak Maju

Moazzam: Upaya Pemberantasan Korupsi Indonesia Bergerak Maju

NERACA

Jakarta - Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia bergerak maju, dibuktikan dengan Indeks Persepsi Korupsi yang naik menjadi peringkat 96 pada 2017 dari peringkat 152 pada 2003.

"Indonesia tumbuh sebagai negara G20 yang cukup menonjol, dan upaya pemberantasan korupsinya bergerak maju," kata Moazzam dalam diskusi "Evaluasi Capaian Indonesia atas Komitmen Antikorupsi Internasional" di Jakarta, Rabu (2/5).

Kemajuan lain yang patut dicatat, yakni keseriusan Indonesia mewujudkan komitmen pemberantasan korupsi yang disampaikan dalam London Anti-Corruption Summit pada Mei 2016. Dalam pertemuan yang dihadiri 53 negara itu, Indonesia menyampaikan 19 komitmen rencana aksi pemberantasan korupsi yang sejauh ini 17 di antaranya sudah terpenuhi. 

Indonesia telah memperkuat sistem "whistleblower" dengan membuat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), mengembangkan basis data berdasarkan pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi. Perpres tersebut dianggap Moazzam sangat vital untuk mendorong transparansi data publik dan mencegah korupsi.

Kemajuan perjuangan antikorupsi Indonesia sejak London Summit, menurut dia, juga tidak terlepas dari keinginan dan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo serta Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terus membangun reputasi yang semakin baik sebagai lembaga antikorupsi.

Menjalani sebagian besar karir diplomatnya di negara-negara berkembang kawasan Asia Tenggara, Timur Tengah dan Afrika Timur, duta besar keturunan Pakistan itu mengaku belum pernah menemukan sebuah lembaga yang sangat tangguh seperti KPK."Kesuksesan KPK mengungkap kasus tokoh-tokoh publik dan mengamankan negara dari korupsi harus diapresiasi dan didukung," kata dia.

Selain pemerintah dan penegak hukum, upaya pemberantasan korupsi juga harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama organisasi masyarakat sipil dan media."Di Indonesia, seperti halnya di banyak negara, orang-orang kaya, kuat, dan memiliki keterkaitan dengan politik biasanya tidak menyukai lembaga antikorupsi karena bertentangan dengan kepentingan pribadi mereka. Karena itu meski mencatat kemajuan, tetapi Indonesia harus terus berjuang melawan korupsi karena ini sangat penting untuk masa depan bangsa," kata Moazzam.

Budaya Antikorupsi Perlu Diarusutamakan

Sementara, Duta Besar Denmark untuk Indonesia Rasmus Abildgaard Kristensen berpendapat budaya antikorupsi harus diajarkan sejak dini dan diarusutamakan sehingga kesadaran masyarakat dapat terbangun."Kalau Eleanor Roosevelt (politikus dan diplomat Amerika Serikat) mengatakan hak asasi manusia dimulai dari rumah, begitu pula antikorupsi. Anak-anak kecil harus belajar membedakan mana hak publik dan hak pribadi," kata Rasmus.

Denmark adalah salah satu negara yang sukses membudayakan antikorupsi bagi masyarakatnya. Budaya ini, menurut Rasmus, telah dimulai sejak akhir 1700-an saat awal Denmark membangun sistem pegawai negeri sipilnya.

Didukung penegak hukum yang kuat dan berbagai lembaga negara termasuk ombudsman dan parlemen, Denmark menempati posisi kedua sebagai negara kedua paling tidak korup di dunia, berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis Transparency International pada 2017."Antikorupsi mensyaratkan institusi penegak hukum yang kuat, pemerintah, dan kesadaran masyarakat. Karena itu masyarakat perlu memahami betul apa yang dimaksud dengan antikorupsi dan menghindari konflik kepentingan yang berpotensi merugikan publik," ujar Rasmus.

Seperti halnya Denmark, masyarakat Inggris juga memiliki budaya antikorupsi yang baik."Orang Inggris melihat risiko korupsi terlalu besar, terutama untuk karir dan reputasi mereka. Jadi kami sangat menghindari korupsi," kata Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik.

Sependapat dengan kedua dubes tersebut, Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Moh Tsani Annafari menyatakan bahwa tidak ada jalan sebuah negara terbebas dari korupsi jika masyarakatnya masih menggemari praktik tersebut.

Menariknya di Indonesia, kata dia, praktik korupsi seringkali tidak dianggap sebagai isu serius---terbukti dari beberapa calon kepala daerah atau kota yang tetap memenangi pemilihan umum meski mereka berstatus tersangka korupsi."Kampanye intensif, pendidikan, dan komitmen kuat sangat diperlukan untuk memerangi korupsi," tegas dia.

Pada 2017, Indonesia menduduki peringkat 96 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi. Meski meningkat pesat dari peringkat 152 pada 2003, atau pada masa awal KPK berdiri, skor yang dicatat Indonesia sejak 2016 tetap pada angka 37 yang mengindikasikan situasi antikorupsi Indonesia cenderung stagnan. Ant

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…