Berjuang Menghijaukan Indonesia - Sekjen Sarekat Hijau Indonesia (SHI) : Koesnadi Wirasapoetra

Neraca. Sarekat Hijau Indonesia (SHI) sebuah organisasi massa yang tumbuh dari kepedulian atas krisis politik, ekonomi, social, budaya dan kedaulatan bangsa, memang masih terbilang ‘hijau’. Namun organisasi massa yang dideklarasikan pada 6 Juli 2007 di Jakarta ini, memiliki semangat dan cita-cita bagi kemandirian dan kemajuan bangsa yang bukan mustahil dapat menjelma menjadi Partai Hijau di Indonesia.

Sekjen Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Koesnadi  Wirasapoetra, menuturkan bahwa hingga hari ini, anggota SHI telah mencapai  7.020  orang, yang tersebar di 19 Provinsi, 36 Kabupaten, 72 Kecamatan dan sekitar 280 Desa.

Ada yang membedakan antara SHI dengan ormas lainnya, jelas Koesnadi, terutama dalam membangun infrastruktur organisasi. Pilihan SHI yang dimandatkan Deklarasi 2007 sampai Kongres 2011, bahwa pembangunan infrastruktur organisasi harus dibangun dari akar rumput, “Mulai dari desa atau Dewan Pimpinan Basis, tingkat kecamatan (Dewan Pimpinan Cabang), kabupaten (DPD Kabupaten), dan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) ditingkat Provinsi,” ungkapnya.

Untuk mewujudkan cita-cita gerakan politik hijau, SHI melakukan dua program kerja, yaitu politik dan ekonomi. Kedua program tersebut seperti dimandatkan Kongres 2011 untuk melaksanakan empat program utama. Yaitu Pendidikan politik rakyat, Pembangunan infrastruktur organisasi, Kerjasama dengan mitra strategis potensial baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan Pembangunan kemandirian ekonomi rakyat.

Mendidik Kader

“Paling utama adalah mendidik kader politik di tingkat organisasi SHI, mulai dari kader dasar sampai kader menengah dan madya,” ungkap Koesnadi, kader yang memiliki kemampuan bekerja secara politik, dan memiliki pula kemampuan kerja ekonomi yang nyata dengan proses pembangunan berbasis kerakyatan.

Sejak 2008 SHI bahkan telah dipercaya menjadi bagian dari Green Global (GG). GG merupakan forum International Partai Hijau yang beranggotakan Partai Hijau di 70 negara di dunia. Selain GG, SHI telah menjadi bagian dari Asian Pasific Green Network (APGN), sebuah Forum Partai Hijau di Asia Pacific. “Komunikasi dan kerjasama dengan GG dan APGN berjalan cukup intensif. Kami melakukan share atas gagasan tentang program energi  dan gerakan politik hijau di negara masing-masing,” terang Koesnadi.

Pendidikan politik ekologi dan agraria menjadi pilihan strategi bagi SHI untuk membangun pemahaman yang cerdas dan mendalam bagi rakyat Indonesia. Melalui pendidikan kader seperti ini, jelas Koesnadi, maka semakin banyak rakyat yang akan paham situasi politik ekonomi bangsa ini.

“Kami akan memajukan kader-kader terbaik SHI untuk bekerja secara politik dalam pencalonan bupati, gubernur melalui jalur independen, dan mengikuti pemilu sebagai wakil Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan pemilihan kepala desa,” ujar Koesnadi berharap.

Menurut Koes akrab ia disapa, menggalang dan membangun aliansi atau front politik dengan mitra strategis potensial berbasis masa aktif sangat efektif dalam memperkuat perjuangan politik ekonomi yang berkeadilan sosial dan demokratis.

“Kita harus mengkonsolidasikan kekuatan ekonomi rakyat dalam menata kembali system perekonomian Indonesia yang berwatak gotong royong dan musyawarah untuk kesejahteraan umum. Dengan membangun system ekonomi politik berbasis kedaulatan rakyat dan negara yang berdikari,” tegasnya.

Membangun Kemandirian

Ia menjelaskan bahwa melalui Koperasi Hijau Mandiri yang beranggotakan para kader SHI dalam aktivitas ekonomi, mulai dari industri hulu sampai hilir berbasis pada kepemilikan saham rakyat, maka rakyat dapat melakukan pengelolaan asset produksi yang bersumber pada agraria. “Tata produksi harus diatur oleh rakyat sehingga distribusi dan akumulasi modal sebagian besar akan dimiliki oleh rakyat,” jelasnya.

Ia mencontohkan. Bila anggota SHI memiliki basis produksi karet, maka ia akan mengupayakan untuk membangun pabrik karet, “Dan saham pabrik karet dimiliki oleh anggota petani karet lebih dari 50%, dan Koperasi Hijau Mandiri memiliki 30%, sedangkan sisanya akan menjadi saham publik atau investasi daerah sebanyak 20%,” jelasnya.

Bahkan tak berhenti pada pengelolaan dibidang ekonomi saja, tapi para kader harus mampu menjadi pelopor pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan menuju kesejahteraan umum.

“Harapan saya cukup realistis,” ucap Koesnadi. Pertama; kalau pemerintah tidak mampu mengurus hutan, maka serahkan saja hutan dikelola rakyat dengan lima pokok insentif; Pertama, pemerintah segera memberikan pengakuan atas pengetahuan dan praktek rakyat dalam mengelola hutan secara lestari, Kedua, pemerintah mendukung dan mengeluarkan kebijakan politik khusus bahwa rakyat dengan kearifan lokalnya mampu melakukan pengelolaan hutan secara lestari dan adil tanpa di campuri oleh urusan (kemitraan dengan) perusahaan besar. Artinya rakyat bisa membuat industri hilirnya sendiri dengan saham rakyat.

Ketiga, pemerintah memberikan pembinaan untuk tata distribusi hasil-hasil hutan yang di peroleh dari hutan yang dikelola rakyat. Keempat, mengembangkan teonologi pengelolaan hasil hutan untuk rakyat secara tepat dan berguna ramah lingkungan dan memiliki nilai tambah kemandirian, dan kelima, memperbesar alokasi anggaran belanja negara untuk mendukung rakyatnya dalam melakukan pengelolaan hutan.

Begitu juga dengan pertanahan. “Kami berharap rakyat yang tidak bertanah segera mendapatkan tanah untuk menjadi aset produksi rakyat dalam meningkatkan perekonomian keluarganya menuju kemandirian rakyat,” tegasnya.

Pada masa mendatang, tidak ada lagi istilah beras miskin atau bantuan langsung tuna (BLT). “Setelah rakyat mandiri maka rakyat mampu membiayai demokrasi berbasis politik rakyat, sehingga demokrasi tidak akan dapat dibeli oleh kaum pemilik modal yang berwatak mengisap dan menindas,” ungkapnya.

 

 

Bio Data

Nama                         : Koesnadi  Wirasapoetra

Tempat/Tgl Lahir          : Subang, 8 Agustus 1970

Pendidikan                  : Sekolah Tinggi Teknologi Lingkungan (STTL), Yogyakarta, 1991

Pengalaman                :

  • Menjadi SC IFIS -INFID Forum untuk Against Word Bank di Batam 2006.
  • Anggota Board NADI (Natural Resources Development Institute) sejak 1999.
  • Koordinator Fasilitator Groups Indonesia People Forum (IPF) Regional Borneo, 2003.
  • Kepala Biro Politik Ekonomi Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Juli 2007 sampai sekarang.
  • Inisiator Lembaga Borneo Institute.
  • Badan Pengurus PADI Indonesia, tahun 2001-2007.
  • Konsultan Program Penyelamatan Gambut Petak Danum –Novib, tahun 2009- 2011.
  • Anggota Badan Pekerja Persiapan Pembangunan Organisasi Politik Kerakyatan (BP3OPK) Nasional, tahun 2005-2007.
  • Sekjen Sarekat Hijau Indonesia Periode 2008 -2011, dan tahun 2011-2015.
  • Bekerja pada isu-isu masyarakat adat sejak tahun 1986  sampai sekarang.
  • Membantu proses konsolidasi masyarakat adat dalam pembentukan Organisasi Masyarakat Adat (OMA) di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Tapanuli Selatan Sumatera Utara, tahun 1999-2006.

BERITA TERKAIT

Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah

  Yudi Candra  Pakar Membaca Wajah  Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah Memang garis takdir manusia sudah ditentukan oleh tuhan.…

Tanamkan Cinta Tanah Air dan Bela Negara

Prof. Dr. Erna Hernawati, Ak., CPMA., CA., CGOP.Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Predikat KARTINI MASA KINI pantas disematkan…

Selamatkan Masa Depan 250 Ribu Siswa Keluarga Ekonomi Lemah

KCD Wilayah III‎ Disdik Jawa Barat, H.Herry Pansila M.Sc    Saatnya Untuk selamatkan 250 Ribu Siswa dari Keluarga Ekonomi tidak…

BERITA LAINNYA DI

Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah

  Yudi Candra  Pakar Membaca Wajah  Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah Memang garis takdir manusia sudah ditentukan oleh tuhan.…

Tanamkan Cinta Tanah Air dan Bela Negara

Prof. Dr. Erna Hernawati, Ak., CPMA., CA., CGOP.Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Predikat KARTINI MASA KINI pantas disematkan…

Selamatkan Masa Depan 250 Ribu Siswa Keluarga Ekonomi Lemah

KCD Wilayah III‎ Disdik Jawa Barat, H.Herry Pansila M.Sc    Saatnya Untuk selamatkan 250 Ribu Siswa dari Keluarga Ekonomi tidak…