Ironi Buruh

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Hari Buruh 1 Mei kali ini terasa menyesakan karena berbarengan juga dengan keluarnya Perpres No 20/2018 tentang pekerja asing. Di satu sisi, ada sentimen politisasi terkait keluarnya perpres tersebut menjadi bad news di tahun politik sementara di sisi lain ada juga tantangan terhadap penyerapan tenaga kerja. Padahal, pemerintah berkeyakinan jika ada pertumbuhan 1 persen maka akan ada penyerapan 200.000 orang sehingga hal ini bisa mereduksi pengangguran. Implikasi dari target ini adalah pengembangan berbagai proyek pembangunan yang bersifat padat karya. Artinya, sukses pembangunan model padat karya akan mereduksi kemiskinan, tidak hanya di perdesaan tapi juga di perkotaan

Konflik perburuhan sebagai dampak dari keluarnya Perpres No. 20/2018 sejatinya tidak bisa terlepas dari fakta tingginya pengangguran dan juga kemiskinan di Indonesia. Oleh karena itu luasnya lapangan pekerjaan yang ada seharusnya bisa dimanfaatkan untuk penyerapan tenaga kerja seluas-luasnya, tapi yang terjadi justru sebaliknya arus masuk pekerja asing cenderung semakin meningkat. Di satu sisi, realitas ini sejatinya tidak bisa terlepas dari konsekuensi pertumbuhan dan pertambahan investasi asing. Di sisi lain, hal ini mengacu kepentingan sosial – ekonomi – politik karena sebenarnya investor asing tetap berusaha memasukan pekerja dari negeri asalnya pada pos-pos pekerjaan tertentu, paling tidak pada level middle – top management.

Logika investasi yang ada seharusnya juga memberikan keleluasaan untuk melakukan transfer of technology agar putra-putri terbaik di Indonesia juga bisa melakukan proses kerja sebagai imbal hasil dari investasi asing. Namun sejatinya tidak ada yang murah di era globalisasi karena semua pasti ada kalkulasi untung – rugi dan karenanya transfer of technology harus dipaksa dengan ‘mencuri’, bukan dengan sukarela. Artinya, investasi dari asing memberikan peluang dan kesempatan untuk mengambil sebanyak mungkin potensi yang ada, bukan hanya dari aspek teknologi, tapi juga transfer of knowledge.

Pemerintahan Jokowi sebenarnya juga telah berusaha membuka kesempatan kerja yang luas dengan pemberdayaan ekonomi di desa melalui dana desa. Selain itu, pembangunan infrastruktur di berbagai daerah sejatinya juga berkesempatan untuk seluas-luasnya bagi pengembangan potensi ekonomi di daerah, termasuk juga pengembangan model otda di berbagai daerah yang memungkinkan munculnya produk unggulan di setiap daerah. Hal ini juga dimungkinkan dengan berkembangnya ekonomi kreatif berbasis potensi sumber daya lokal dan kearifan lokal. Oleh karena itu, semua potensi tersebut seharusnya dapat menciptakan peluang dan kesempatan kerja di perdesaan dan perkotaan yang tentunya bisa menyerap tenaga kerja, mereduksi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan.

Ironisnya, kesempatan dan lapangan kerja yang ada belum maksimal sehingga jumlah pengangguran masih tinggi, begitu juga angka kemiskinannya. Selain itu, para pekerja yang notabene menjadi buruh masih terkendala kesejahteraan karena besaran UMR dan UMP masih tidak memenuhi kebutuhan hidup layak. Berbagai kartu yang dikeluarkan di era Jokowi sejatinya mengalihkan alokasi subsidi agar tepat sasaran, termasuk juga yang menyasar bagi kaum buruh. Ironisnya, besaran upah yang ditetapkan masih dianggap sebagai cost oleh dunia usaha sehingga kasus-kasus upah buruh yang dikebiri masih ada di sejumlah pemberitaan. Bahkan, demo menuntut perbaikan upah menjadi klasik setiap peringatan Hari Buruh dan penetapan besaran upah setiap tahunnya.

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…