BIN: Pancasila Hadapi Ujian Gempuran Paham Radikal

Semarang-Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan mengungkapkan, berbagai ancaman dunia global yang bisa memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Gempuran paham dari luar, terutama radikalisme dan terorisme, menjadi ujian bagi Pancasila.

Untuk itu, Kepala BIN mengajak semua pihak, terutama mahasiswa untuk menjaga keutuhan NKRI dengan mengantisipasi berbagai ancaman. Hal itu disampaikan Budi Gunawan saat memberikan kuliah umum dalam rangka Musyawarah Nasional (Munas) VI Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU) se-Nusantara di Kampus III Universitas Wahid Hasyim, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (28/4).

Kuliah bertema “Meneguhkan Peran Serta Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama dalam Menangkal Radikalisme dan Terorisme untuk Memperkokoh NKRI” itu dihadiri pengurus BEM PTNU dari 272 kampus.

Budi mengatakan, Indonesia kini berada di tengah-tengah pertarungan ideologi yang memengaruhi cara pandang, yakni ideologi radikal yang membawa semangat pan-islamisme, ideologi komunis yang berupaya memengaruhi kebijakan negara terhadap kelompok proletar, serta kebijakan ultra-nasionalisme Amerika Serikat untuk mendorong imperialisme dan dominasi AS di dunia.

“Kontestasi ideologi-ideologi ini melahirkan perebutan pasar ideologi dan pencarian ideologi alternatif ditambah dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi yang memudahkan orang untuk mencari nilai-nilai atau ideologi yang sesuai dengan keyakinannya,” ujar Budi.

Menurut dia, benchmark dari negara Amerika Serikat, kini terjadi pertarungan ideologi antara liberalisme dengan nasionalisme proteksionis yang mengedepankan prinsip “America First” untuk melindungi kepentingan nasionalnya. “Pertentangan ini bahkan telah membentuk polarisasi di masyarakat AS dan timbulkan kegamangan di kalangan generasi muda AS. Sementara RRT dapat mempertahankan identitas bangsa nya yang memiliki ideologi komunis dengan mengakomodasi praktik kapitalis untuk meningkatkan kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya,” ujarnya.

Bagi bangsa Indonesia yang majemuk dengan lebih dari 663 kelompok suku besar dan 652 bahasa, ujarnya, situasi itu mengancam kebhinekaan yang menjadi roh kita sebagai sebuah bangsa.

“Pancasila sebagai ideologi perekat bangsa indonesia yang selama ini telah mempersatukan kebhinekaan Indonesia mendapatkan ujian berat berupa gempuran dari ideologi-ideologi luar. Apabila hal ini dibiarkan, maka rakyat Indonesia tidak lagi dapat mengasosiasikan dirinya sebagai sebuah bangsa besar dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, BIN juga mengidentifikasi 39% mahasiswa di Indonesia sudah terpapar paham radikal. Bahkan tiga universitas menjadi perhatian khusus karena bisa menjadi basis penyebaran paham radikal.

Budi menjelaskan dari riset BIN tahun 2017 diketahui 24% mahasiswa dan 23,3% pelajar SMA sederajat setuju dengan tegaknya negara Islam di Indonesia. "Ini bisa mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai ini," ujarnya, Sabtu (28/4).

Budi menjelaskan, dari survei BIN tahun 2017 diketahui pula 39% mahasiswa di Indonesia sudah terpapar paham radikal. "Sekitar 39% mahasiswa terpapar paham radikal. Ada 15 provinsi yang jadi perhatian kita dan terus amati pergerakannya," ujarnya.

Dia juga mengungkap ada tiga universitas yang menjadi sorotan BIN karena berpotensi menjadi basis penyebaran paham radikal, namun Budi tidak menjelaskan di mana lokasi universitas itu. "Ada 3 perguruan tinggi yang sangat jadi perhatian kita karena kondisinya bisa jadi basis penyebaran paham radikal," tegasnya.

Mahasiswa, menurut dia,  memang sering dijadikan target penyebaran paham radikal oleh pelaku-pelaku terorisme. Mereka jadi target cuci otak kemudian dicekoki pemahaman-pemahaman teroris. "Kampus jadi lingkungan menjanjikan bagi pengusung paham radikal dan menjadikan mahasiswa sebagai target brain wash dengan manfaatkan kepolosan mahasiswa," ujarnya.

Salah satu mahasiswa yang terjebak dalam paham itu dan menjadi teroris yaitu Bahrun Naim. Menurut Budi, Bahrun Naim mulai melibatkan diri dengan paham radikal ketika menjadi mahasiswa di Surakarta atau Solo dan sekitarnya. "Contoh Bahrun Naim, pemuda yang melibatkan diri dengan radikalisme sejak kuliah. Kondisi ini tentu menegaskan kampus menjadi target kelompok radikal untuk ekspansi ide, ideologi, brain wash," ujarnya. mohar

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…