Pedagang Diwajibkan Jual Beras Sesuai Harga Eceran Tertinggi

NERACA

Jakarta – Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mewajibkan seluruh pedagang di pasar tradisional menjual beras medium sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, guna menjaga stabilitas harga beras di masyarakat. "Kita sudah menyiapkan beras untuk disalurkan ke daerah masih kekurangan beras," kata Enggartiasto Lukita saat menghadiri puncak peringatan Harkonas 2018 di Pangkalpinang, disalin dari Antara.

Ia mengatakan saat ini 17 dari 34 provinsi di Indonesia sudah disalurkan beras Bulog untuk menjaga stabilitas harga menjelang puasa dan Lebaran Idul Fitri. "Kita hanya menyalurkan beras ke daerah-daerah yang memiliki stok beras kurang, guna menekan kenaikan harga yang akan memberatkan ekonomi masyarakat," ujarnya.

Ia menekankan Kemendag tidak akan menyalurkan beras medium ke daerah-daerah yang sudah mampu menyiapkan beras untuk kebutuhan masyarakat di daerah itu. "Kita tidak akan masuk ke daerah yang sudah mampu menyiapkan beras seperti Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan provinsi lainnya, namun demikian kita tetap siaga apabila daerah tersebut mengalami kekurangan beras," katanya.

Menurut dia saat ini harga beras di pasar tradisional stabil, karena ketersediaan beras di pedagang cukup jadi tidak perlu lagi operasi pasar beras. "Tidak perlu operasi pasar, karena harga beras medium di pedagang sudah berdasarkan HET yang ditetapkan pemerintah," katanya.

Sebelumnya, CIPS menilai pemerintah perlu terlebih dulu menyederhanakan rantai distribusi beras yang panjang di sepanjang wilayah Nusantara sebelum menerapkan kebijakan seperti harga eceran tertinggi.

"Pemerintah menyebut panjangnya rantai distribusi adalah penyebab tingginya harga beras di Indonesia. Kalau begitu pemerintah harus bisa menyederhanakan rantai distribusi yang panjang dulu sebelum menerapkan harga eceran tertinggi," kata peneliti CIPS Novani Karina Saputri di Jakarta, disalin dari Antara.

Menurut Novani, penerapan kebijakan seperti harga eceran tertinggi sudah sejak lama dinilai tidak efektif untuk menstabilkan harga pangan. Penerapan harga eceran tertinggi, ujar dia, adalah bentuk intervensi pasar karena sudah mendistori permintaan dan penawaran di pasar. "Hal ini justru akan meningkatkan peluang terjadi kelangkaan komoditas tersebut di pasar," ucapnya.

Salah satu kelemahan kebijakan harga eceran tertinggi, menurut dia, adalah tidak dihitungnya biaya tambahan seperti biaya transportasi dan biaya tenaga kerja dalam penetapannya. Kebijakan terkait beras perlu dibenahi dalam rangka memperkuat kredibilitas pemerintah karena komoditas tersebut adalah bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat di Tanah Air.

"Kebijakan terkait beras berdampak besar terhadap kelangsungan perut rakyat Indonesia dan kredibilitas pemerintah dalam menjaga pasokan pangan," kata Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika.

Menurut dia, beberapa kebijakan seperti harga eceran tertinggi (HET), klaim surplus beras, impor beras dan bantuan pangan nontunai (BPT), dinilai mengutak-atik formulasi terkait sisi pasokan dan permintaan industri beras nasional.

Ia berpendapat bahwa sedikit saja salah langkah bisa berakibat fatal dari segi ekonomi dan elektabilitas, terutama mengingat bahwa sekitar 70 persen masyarakat Indonesia adalah segmen menengah ke bawah, dan 70 persen dari pengeluaran segmen tersebut terkait pangan. Besaran HET yang ditetapkan oleh pemerintah untuk beras kualitas medium sebesar Rp9.450 per kilogram.

Selain itu Kementerian Perdagangan mewaspadai produk makanan berbahaya dalam parcel Lebaran Idul Fitri yang merugikan kesehatan dan keuangan konsumen. "Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, sering menemukan makanan berbahaya dalam parsel lebaran," kata Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antarlembaga Kemendag Suhanto di Pangkalpinang, disalin dari Antara.

Ia mengatakan makanan parsel ini sulit dilihat, diteliti dan dibaca konsumen, karena isinya tersebut tertutup bingkisan. "Ini cukup sulit, apalagi kebiasaan masyarakat terkadang asal beli parsel lebaran tersebut," katanya.

Menurut dia, untuk mengantisipasi makanan kadaluarsa, tanpa izin dan berbahaya lainnya diminta pengusaha ritel moderen agar parsel yang dijual ke masyarakat memenuhi kaedah-kaedah kesehatan. "Paling tidak masyarakat membeli parsel harus meneliti isi makanan parsel tersebut, agar tidak menimbulkan berbagai penyakit berbahaya," katanya.

Selain itu, pihaknya mengoptimalkan pengawasan penjualan parsel-parsel di pasar tradisional dan moderen, guna melindungi konsumen dalam merayakan Idul Fitri.

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…