KEMANDIRIAN PANGAN JAGA STABILITAS RUPIAH - IMF: Ekonomi RI Diprediksi Terus Membaik

Jakarta-International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan akan terus membaik. Sementara itu, Institute for Development of Economic (Indef) mengingatkan bahwa kemandirian pangan sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.

NERACA

Menurut Director of the Asia Pacific Department at IMF Changyong Rhee, ekonomi Indonesia terus menunjukkan kinerja baik, didukung oleh perpaduan kebijakan ekonomi makro dan reformasi struktural. Proyeksi IMF, ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,3% di 2018 dan 5,5% di 2019, sebagai dampak dari ekspor dan investasi yang lebih tinggi. Adapun inflasi akan mendekati 3% dan defisit transaksi berjalan diperkirakan akan tetap di bawah 2% dari PDB.

Meski demikian, Indonesia juga menghadapi masalah atas ancaman pembalikan arus masuk modal, pertumbuhan yang lebih lambat di China, serta ketegangan perdagangan geopolitik dan global. Adapun, “Risiko domestik termasuk masih mininya pendapatan pajak dan suku bunga kredit yang tinggi,” ujar Rhee.  Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi global yang terjadi saat ini mendongkrak harga komoditas membawa efek baik ekonomi Indonesia.

Kebijakan moneter yang konsisten dengan menahan suku bunga sejak September 2017 terdorong rendahnya inflasi. Menurut Rhee, ke depan, Bank Indonesia (BI) harus tetap berupaya fokus untuk menjaga inflasi.

Menurut Rhee, kebijakan fiskal ke depan harus diarahkan untuk membangun kembali bantalan fiskal, dengan defisit fiskal diperkirakan sekitar 2,55% dari PDB pada di 2018-2019, di bawah 3% dari batas atas PDB. Pemerintah Indonesia juga harus terus memperluas infrastruktur, kebijakan sosial, serta harus tetap memangkas subsidi.

Selain pembangunan infrastruktur, Indonesia juga harus mendorong pertumbuhan jangka menengah untuk mengatasi kebutuhan tenaga kerja angkatan kerja muda yang akan membutuhkan reformasi yang berkelanjutan untuk pasar tenaga kerja, produk, dan jasa keuangan. 

“Prioritas termasuk mempromosikan partisipasi tenaga kerja perempuan; mereformasi pasar manufaktur untuk mendorong investasi swasta yang lebih tinggi; merampingkan dan menyelaraskan peraturan yang rumit; meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah; dan mendorong pendalaman keuangan dengan kerangka pengawasan yang baik,” ujar Rhee dalam rilis terbarunya, belum lama ini.

Menurut Rhee, pertumbuhan ekonomi regional proyeksi memberikan kontribusi yang tak sedikit bagi pertumbuhan ekonomi global yakni lebih dari 60%. IMF memproyeksi, kontribusi pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik akan tumbuh 5,6% di tahun 2018-2019. Posisi ini lebih tinggi 0,1% dari proyeksi IMF yang dibuat Oktober. Pertumbuhan tersebut akan didorong oleh permintaan eksternal dan perdagangan.

Rhee menyebut, perubahan proyeksi dengan outlook kenaikan tersebut bersumber dari penguatan ekonomi di Asia Pasifik. Jepang semisal, pertumbuhan ekonominya berpotensi akan naik, sebab selama delapan kuartal berturut-turut naik, dan diproyeksi naik di 1,2% tahun ini, naik 0,7% dari proyeksi IMF di Oktober 2016.

Adapun negara sebesar China diharapkan tumbuh moderat di 6,6% di 2018, 0,1% lebih tinggi dari proyeksi Oktober yang didorong dari sektor keuangan, perumahan, pengetatan fiskal. Adapun di India, prediksi pertumbuhan akan rebound ke 7,4% di 2018/2019, tak berubah dari bulan Oktober.

Menurut IMF, berbagai kebijakan struktur harus terus dilakukan di Asia. Masih rentannya ekonomi global, ancaman terhadap perang tarif, ketegangan geopolitik bisa berdampak serius di pasar keuangan dan di sektor riil.

Risiko jangka menengah yang menghadang adalah belum terjadinya keseimbangan ekonomi global, pertumbuhan yang bisa turun, termasuk kebijakan pengetatan fiskal dan meningkatnya tensi geopolitik. Tantangan jangka panjang yang juga menghantui pertumbuhan ekonomi global adalah naiknya populasi penduduk usia tua di Asia, turunnya produktivitas, revolusi digital yang membawa kesempatan besar dengan risiko. “Negara-negara Asia akan menghadapi risiko belum kaya tapi penduduknya sudah tua,” ujar Rhee.

Secara terpisah, Institute for Development of Economic (Indef) mengingatkan bahwa kemandirian pangan sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Pasalnya, sudah banyak bukti bahwa negara yang bersungguh-sungguh membangun kemandirian pangan lebih mampu mengendalikan inflasi dan stabilitas mata uang.

"Terus membesarnya impor pangan akan berakibat pada rentannya stabilitas perekonomian, khususnya inflasi dan nilai tukar," ujarnya di Jakarta, pekan lalu. Lebih parah lagi, jika ketergantungan impor pangan tidak segera disudahi maka akselerasi pertumbuhan ekonomi kian sulit terealisasi.

Menurut Eko, menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan inflasi tidak hanya cukup dengan mengotak-atik suku bunga. Namun harus juga menjaga stabilitas pangan dengan cara mengurangi impor.

Sebab, saat ini ekspor Indonesia masih rendah. Sementara impornya masih tinggi sehingga pendapatan yang minim dari ekspor langsung habis terpakai untuk impor. Tingginya impor bisa mengakibatkan Rupiah terdepresiasi sebab pembayarannya harus menggunakan valas yang tentu akan berpengaruh pada nilai tukar Rupiah.

"Hasil devisa sebagian harus keluar lagi untuk membeli pangan. Ekspor rendah, sudah susah-susah ekspor harus keluar lagi buat beli beras. Beli beras gak bisa pakai Rupiah. Akhir tahun akan semakin kelihatan impact ke nilai rupiah," ujarnya.

Peneliti Indef lainnya, Ahmad Heri, mengatakan bahwa sektor pertanian dengan impornya yang tinggi sangat menguras kantung devisa negara. "Sektor pertanian ini benar-benar membuang devisa negara. Kontribusi ekspor kecil malah kontribusi impornya semakin besar," ujarnya.

Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata ekspor sektor pertanian tidak lebih dari 8%. Sementara impor terutama sayuran dan buah-buahan pertumbuhannya sangat masif terutama dalam 3 tahun terakhir ini. "Kita keluar (ekspor pertanian) susah tapi begitu mudahnya masuk ke dalam (impor). Kita cuma unggul di produk kelapa sawit, yang lain semua rata-rata di bawah," ujarnya.

Tahun Politik

Sementara itu, BI meyakni tahun politik akan berdampak baik pada pertumbuhan ekonomi nasional. Ini salah satunya terlihat dari sektor konsumsi di masyarakat. "Berbagai kegiatan politik berdampak positif terhadap perekonomian," kata Kepala Grup Asesmen Ekonomi Bank Indonesia (BI) Firman Mochtar di Lombok, belum lama ini.

Menurut dia, tahun politik juga tidak akan membuat pengusaha mengambil langkah wait and see. Ini karena di momen pesta demokrasi akan terjadi banyak konsumsi non rumah tangga."Ada pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh lembaga non rumah tangga yang bisa mendorong konsumsi swasta. Ini akan berkontribusi positif pada prekonomain di 2018 - 2019," ujarnya.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua tahun ini diestimasi bisa mencapai 5,3% dengan fluktuasi nilai tukar rupiah yang stabil. Momentum puasa, lebaran, dan pemilihan kepala daerah (pilkada) disebut-sebut sebagai penopang utama ekonomi.

Head of Economic and Market Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal dua lebih tinggi dari perkiraan kuartal pertama yang sebesar 5,2%. Sejumlah momentum musiman akan turut mendongkrak konsumsi domestik, baik masyarakat, pemerintah, maupun lembaga nonpemerintah.

"Sepanjang tahun 2018 kami proyeksi ekonomi tumbuh 5,3 persen. Untuk kuartal pertama 5,2 persen, dan kuartal berikutnya 5,3 persen karena banyak momentum," ujarnya. Minggu (22/4).

Konsumsi riil yang meningkat bisa menjadi stimulus fiskal penggerak laju ekonomi. Syaratnya, pemerintah harus mampu menjaga inflasi di level aman. Saat ini, pemerintah menargetkan inflasi berada di kisaran 3,5% plus minus 1%. "Penggerak ekonomi lain yang perlu dicermati adalah investasi dan pengeluaran pemerintah," ujarnya.

BI menilai melemahnya kurs Rupiah yang sempat mendekati Rp 14.000 per US$  itu  masih berada dalam batas wajar."Kurs ini kan harga dari devisa ya, ekspor impor, valuta asing harganya adalah kurs, kalau dia berfluktuasi, dia akan menciptakan ketidakpastian. Orang akan susah melakukan perencanaan. Kita berupaya untuk meminimalisasi ketidakpastian ini," ujar Firman. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…