Bersiap Hadapi Era Industri 4.0

Oleh: Ahmad Buchori

Pemerintah Indonesia siap mengimplementasikan revolusi industri 4.0 antara lain ditandai dengan telah disusunnya Making Indonesia 4.0 yang merupakan peta jalan berisi strategi agar siap dan mampu menghadapi dampak dari revolusi tersebut. Berdasarkan peta jalan itu, lima sektor industri yang akan menjadi pendorong dan percontohan dalam penerapan Industri 4.0. Lima sektor tersebut adalah industri makanan dan minuman, kimia, tekstil, elektronik, dan otomotif.

Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) juga sudah mengidentifikasi kompetensi tenaga kerja baru terhadap jabatan-jabatan pekerjaan baru yang dibutuhkan dalam menyikapi revolusi industri itu. Diyakini bahwa implementasi Industri 4.0 akan membawa beberapa perubahan paradigma, baik itu cara bekerja, proses manufaktur, keterampilan sumber daya manusia yang dibutuhkan, maupun cara konsumsi.

Pemerintah mengajak semua kalangan seperti pendidik dan industri untuk bersama-sama menghadapi revolusi industri keempat itu mengingat pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dalam mengimplementasikan peta jalan yang sudah disusun.

Indonesia harus diakui masih banyak memiliki "pekerjaan rumah" (PR) dalam mempersiapkan diri di era digital itu. Misalnya dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil, efisien, dan berinovasi tinggi sesuai dengan kerja yang kemungkinan baru di era internet ini.

Menurut Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto ketika menjadi narasumber pada diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta, Senin (16/4), dalam setiap tahapan revolusi indutri mulai dari yang pertama hingga saat ini memiliki tantangan dan dampak berbeda.

Revolusi industri pertama pada abad ke-18, ditandai dengan penemuan mesin uap untuk upaya peningkatkan produktivitas yang bernilai tambah tinggi. Misalnya di Inggris, saat itu perusahaan tenun menggunakan mesin uap untuk menghasilkan produk tekstil.

Tetapi di Indonesia, saat ini masih ada yang menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Selain itu, di perusahaan rokok kretek, masih menggunakan mesin lintingan tangan. Semua itu menggunakan teknologi yang bersifat padat karya. "Pemerintah mempunyai keberpihakan untuk melindungi teknologi tersebut, terutama untuk menyerap tenaga kerja," katanya.

Pada revolusi industri kedua pada tahun 1900-an ditandai dengan ditemukannya tenaga listrik. Pada fase ekonomi ini, beberapa industri di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup signfikan, seperti sektor agro dan pertambangan. Revolusi yang kedua ini terkait dengan teknologi di lini produksi. 
Kemudian, di era revolusi industri ketiga, saat otomatisasi dilakukan pada 1970 atau 1990-an hingga saat ini karena sebagian masih berjalan.

Pada saat revolusi industri ketiga, penyerapan tenaga kerja masing-masing di industri sudah berbeda, antara lain ada kelompok industri "labour intensive". Pada revolusi industri keempat, efisiensi mesin dan manusia sudah mulai terkonektivitas dengan internet. Di era industri 4.0, yang dibicarakan adalah otomatisasi yang berbasis pada data dan internet.

Dengan demikian, kalau dahulu, di dalam manufaktur, produsen dan konsumen terpisah, namun saat ini memungkinkan adanya "co-creation" antara pembeli dan produsen yang dapat menumbuhkan mikromanufaktur.

Inovasi

Salah satu pendorong keberhasilan dalam mengimplementasikan Industri 4.0, menurut Airlangga, adalah inovasi yang dihasilkan. Faktor inovasi menjadi penting dalam rangka memaksimalkan nilai tambah pada setiap tahapan rantai industri. Saat ini, tingkat inovasi Indonesia masih berada pada level 0.3 persen, sedangkan agar bisa unggul dalam bersaing dibutuhkan tingkat inovasi 2 persen.

Karena itu, pemerintah akan meningkatkan level inovasi dengan cara memperkuat peran perguruan tinggi. Dengan pelibatan perguruan tinggi itu diharapkan tercipta peningkatan inovasi yang akan mendorong efektivitas industri. Langkah lain yang juga penting diupayakan adalah produktivitas pekerja. Hal ini akan dibenahi dengan meningkatkan program pendidikan vokasi atau kejuruan.

Dalam melibatkan industri guna meningkatkan program pendidikan vokasi, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara mengatakan pemerintah mendorong kegiatan program vokasi oleh industri dengan memberikan insentif penggurangan pajak hingga 300 persen.

Inovasi juga menjadi penting dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Industri yang melakukan litbang akan mendapat insentif berupa penggurangan pajak 200 persen hingga 300 persen.

Pemerintah tengah menggagas agar belanja riset dapat ditingkatkan menjadi dua persen dari PDB. "Kalau itu bisa dilakukan hingga tahun 2030, maka aktivitas riset dipandang sudah bisa mendukung revolusi industri 4.0," katanya.

Pekerjaan Baru

Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemenaker Bambang Satrio Lelono mengatakan setiap revolusi industri pasti akan menggerus sejumlah pekerjaan, namun revolusi industri juga memunculkan pekerjaan baru.

Karena itu, Kemenaker sudah mengidentifikasi kompetensi tenaga kerja baru terhadap jabatan-jabatan pekerjaan baru yang dibutuhkan dalam menyikapi revolusi industri 4.0.

Menurut Bambang, dalam menyikapi revolusi industri yang diakibatkan berkembangnya teknologi internet itu dibutuhkan pemetaan jabatan-jabatan pekerjaan baru. Sebagai contoh, ke depan produk mobil listrik akan menjadi andalan di pasar otomotif, maka desain pendidikan mulai tingkat SMK dan perguruan tinggi harus menuju ke sana.

Berkaitan dengan pekerjaan baru itu, barangkali itu merupakan salah satu PR terberat buat Indonesia mengingat kondisi angkatan kerja pada saat ini masih belum ideal, apalagi jika dikaitkan dengan era industri 4.0 itu.

Data Kemenaker menyebutkan total angkatan kerja usia produktif mencapai 192 juta orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 128 juta angkatan kerja merupakan usia produktif dan 64 juta bukan angkatan kerja produktif.

Dari angkatan kerja 121 juta orang, sebanyak 7,04 juta orang adalah penganggur terbuka. Sementara dalam pasar kerja jumlah pekerja paruh waktu atau setengah menganggur sangat besar sekitar 51 juta orang.

Sebanyak 60 persen berpendidikan SMP ke bawah, sebanyak 27 persen pendidikan SMA sederajat, dan 12 persen lulusan perguruan tinggi. Dari komposisi ini angkatan kerja nasional 88 persem didominasi operator dan hanya 12 persen memiliki kemampuan perekayasa.

Dari data Kemenaker ini, menurut Bambang, justru pendidikan menengah ke atas yang banyak menganggur. Hal ini yang harus diantisipasi sejak di pendidikan menengah dan tinggi. Kondisi demikian, jelas merupakan "mismatch" antara lulusan pendidikan dan kebutuhan industri atau "under qualified" di pasar kerja. Mereka akhirnya masuk ke Balai Latihan Kerja (BLK).

Untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan itu, pemerintah terus memperkuat pendidikan vokasi bekerja sama dengan industri dan perguruan tinggi maupun sekolah kejuruan. Kemenaker juga menguatkan BLK yang sesuai dengan kebutuhan industri 4.0. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…

BERITA LAINNYA DI Opini

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…